Bismillaah…
Taklid Buta
Bila fanatisme buta telah
mewabah, maka yang lahir pastilah pengkultusan terhadap individu tertentu tanpa
batas. Fenomena kemalasan masyarakat untuk membaca, menelaah dan mendiskusikan
berbagai permasalahan aktual yang sering kita jumpai. Seseorang lebih memilih
bertanya kepada orang yang di anggap cukup ilmunya dengan menerima begitu saja,
dan merasa cukup dengan jawaban yang diberikan tanpa mengethui alasanya. Atau
ketika terjadi pro kontra dalam suatu persoalan, panduan dan pegangannya adalah
persepsi dan interprestasi dari seseorang dan menepis persepsi lain yang
berseberangan dengannya, mungkin inilah sikap yang biasa disebut dengan taklid.
Penyebab utama Musyrikin Quraisy
tidak mau menerima ajaran Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam, bukan lantaran
mereka tidak mengetahui kebenaran risalah yang dibawa beliau. Tapi karena fanatik
terhadap ajaran nenek moyang mereka. Allah Ta’ala berfirman :
“Apabila dikatakan kepada mereka:
"Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul".
mereka menjawab: "Cukuplah untuk Kami apa yang Kami dapati bapak-bapak
Kami mengerjakannya". dan Apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang
mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak
(pula) mendapat petunjuk?”. (Qs, Al Maidah : 104)
Penafsiran dalam tafsir Jalalain “(Apabila
dikatakan kepada mereka, "Marilah mengikuti apa yang telah diturunkan
Allah dan mengikuti rasul!") artinya kepada hikmah yang menjelaskan
tentang penghalalan apa yang kamu haramkan (Mereka menjawab, "Cukuplah
untuk kami) kami cukup puas dengan (apa yang kami dapati bapak-bapak kami
mengerjakannya.") yaitu berupa agama dan syariat. Allah selanjutnya
berfirman: (Apakah) mereka cukup puas dengan hal itu (sekalipun nenek moyang
mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak pula mendapat petunjuk) ke jalan
yang benar? Kata tanya/istifham di sini menunjukkan makna ingkar”
Umumnya
mereka yang menejadikan sosok tertentu sebagai muqollad (orang yang ditaklidi)
akan mencontoh segala tindakannya. Bahkan, menganggap semua yang disampaikannya
benar dan harus dianggap benar, walaupun dalam hati kecil mereka terbentik
keraguan. Lebih buruk lagi anggapan tersebut tidak hanya berbentuk ucapan tapi
juga perbuatan. Padahal setiap orang mempunyai kecenderungan dan spesifikasi
masing-masing. Tidak mungkin seorang Ulama misalnya, mengusai semua bidang ilmu
secara mendalam. Maka, terkait dengan inilah orang yang bertaklid biasanya
menemukan sandungan. Kepentok nih yeeee, ups……
Boleh
jadi tindakan yang diikuti itu, sebagian benar (sesuai dengan Al Qur’an dan
Sunnah). Tapi sangat mungkin sebagian lagi salah lantaran ilmu tersebut tidak
dikusai oleh orang yang ia ikuti. Allah Ta’ala menganugerahkan ilmu kepada
orang yang sanggup mengusainya. Dengan kata lain, ada ilmu yang tidak dimiliki
oleh orang tersebut. Dalam celah itulah orang yang bertaklid tidak bisa
mengikutinya.
Karenanya,
orang yang bertaklid biasanya sering mengambil sebagian dan meninggalkan
sebagian yang lain. Ia akan memilih yang paling ringan di antara beberapa
kewajiban, dan memilih yang termudah dalam segala urusan. Kreteria yang dipilih
bukan berladaskan dalil yang terkuat namun hanya berlandaskan nafsu semata.
Inilah sifat-sifat orang yang ingkar yang disebutkan Allah dalam Al-Qur’an :
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan
rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan
rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian
dan Kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan
Perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau
kafir)” (Qs, An Nisaa 150)
Dalam Tafsir Ibnu Katsir, turunnya ayat ini mengenai Ancaman
Allah Terhadap kaum Yahudi dan Nasarani yang kafir kepada Allah dan Rasul-Nya karena
mereka membeda-bedakan keimanan kepada Allah dan para Rasul-Nya sehingga mereka
meingimani sebagian Nabi dan mengkufuri sebagian yang lain semata-mata karena
soal selera, kebiasaan (adat) dan prilaku nenek moyang yang mereka dapatkan,
bukan melalui suatu dalil yang menuntut mereka kepada keputusan itu, namun
semata-mata karena keinginan dan fanatisme.
Taklid menjadi sangat berbahaya manakala yang bersangkutan
tidak menyadari kesalahannya. Ia akan terus membuta dan menelan mentah-mentah
semua argumen yang disodorkan kepadanya tanpa menelaahnya terlebih dahulu. Ia
akan menempatkan dirinya dan orang yang ia ikuti di atas posisi yang benar
dalam segalanya. Semua pendapat yang bersumber dari bukan guru, Ustadz,
kelompok atau organisasinya tidak mungkin benar jika berseberangan dengan apa
yang ia ketahui. Sehingga, seakan-akan umat memeluk agama yang berbeda dan
saling tolak belakang. Inilah yang telah dikhawatirkan oleh Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wasalam :
“Bahwasanya siapa saja di antara kalian yang hidup setelah
(kematianku) maka ia akan melihat pertentangan yang banyak” (HR. Tirmdzi)
“Penyimpangan Ulama ibarat remuknya perahu. Jika perahu itu
tenggelam, maka banyak orang akan tenggelam bersamanya” (Abu Umar)
“Setiap perkataan bisa saja ditolak atau diterima kecuali
perkata penghuni kubur ini”, seraya menujuk makam Rasulullah (Imam Malik)
Wallahu ‘alam
Semoga
bermanfaat, Barokallah fiikum
(Refernsi : Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1 dan Tafsir Jalalain)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar