Senin, 31 Desember 2012

Taklid Buta


Bismillaah…

Taklid Buta


Bila fanatisme buta telah mewabah, maka yang lahir pastilah pengkultusan terhadap individu tertentu tanpa batas. Fenomena kemalasan masyarakat untuk membaca, menelaah dan mendiskusikan berbagai permasalahan aktual yang sering kita jumpai. Seseorang lebih memilih bertanya kepada orang yang di anggap cukup ilmunya dengan menerima begitu saja, dan merasa cukup dengan jawaban yang diberikan tanpa mengethui alasanya. Atau ketika terjadi pro kontra dalam suatu persoalan, panduan dan pegangannya adalah persepsi dan interprestasi dari seseorang dan menepis persepsi lain yang berseberangan dengannya, mungkin inilah sikap yang biasa disebut dengan taklid.


Penyebab utama Musyrikin Quraisy tidak mau menerima ajaran Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam, bukan lantaran mereka tidak mengetahui kebenaran risalah yang dibawa beliau. Tapi karena fanatik terhadap ajaran nenek moyang mereka. Allah Ta’ala berfirman :


“Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul". mereka menjawab: "Cukuplah untuk Kami apa yang Kami dapati bapak-bapak Kami mengerjakannya". dan Apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?”. (Qs, Al Maidah : 104)


Penafsiran dalam tafsir Jalalain “(Apabila dikatakan kepada mereka, "Marilah mengikuti apa yang telah diturunkan Allah dan mengikuti rasul!") artinya kepada hikmah yang menjelaskan tentang penghalalan apa yang kamu haramkan (Mereka menjawab, "Cukuplah untuk kami) kami cukup puas dengan (apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya.") yaitu berupa agama dan syariat. Allah selanjutnya berfirman: (Apakah) mereka cukup puas dengan hal itu (sekalipun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak pula mendapat petunjuk) ke jalan yang benar? Kata tanya/istifham di sini menunjukkan makna ingkar”

Umumnya mereka yang menejadikan sosok tertentu sebagai muqollad (orang yang ditaklidi) akan mencontoh segala tindakannya. Bahkan, menganggap semua yang disampaikannya benar dan harus dianggap benar, walaupun dalam hati kecil mereka terbentik keraguan. Lebih buruk lagi anggapan tersebut tidak hanya berbentuk ucapan tapi juga perbuatan. Padahal setiap orang mempunyai kecenderungan dan spesifikasi masing-masing. Tidak mungkin seorang Ulama misalnya, mengusai semua bidang ilmu secara mendalam. Maka, terkait dengan inilah orang yang bertaklid biasanya menemukan sandungan. Kepentok nih yeeee, ups……

Boleh jadi tindakan yang diikuti itu, sebagian benar (sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah). Tapi sangat mungkin sebagian lagi salah lantaran ilmu tersebut tidak dikusai oleh orang yang ia ikuti. Allah Ta’ala menganugerahkan ilmu kepada orang yang sanggup mengusainya. Dengan kata lain, ada ilmu yang tidak dimiliki oleh orang tersebut. Dalam celah itulah orang yang bertaklid tidak bisa mengikutinya.

Karenanya, orang yang bertaklid biasanya sering mengambil sebagian dan meninggalkan sebagian yang lain. Ia akan memilih yang paling ringan di antara beberapa kewajiban, dan memilih yang termudah dalam segala urusan. Kreteria yang dipilih bukan berladaskan dalil yang terkuat namun hanya berlandaskan nafsu semata. Inilah sifat-sifat orang yang ingkar yang disebutkan Allah dalam Al-Qur’an :

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman kepada yang sebahagian dan Kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan Perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir)” (Qs, An Nisaa 150)

Dalam Tafsir Ibnu Katsir, turunnya ayat ini mengenai Ancaman Allah Terhadap kaum Yahudi dan Nasarani yang kafir kepada Allah dan Rasul-Nya karena mereka membeda-bedakan keimanan kepada Allah dan para Rasul-Nya sehingga mereka meingimani sebagian Nabi dan mengkufuri sebagian yang lain semata-mata karena soal selera, kebiasaan (adat) dan prilaku nenek moyang yang mereka dapatkan, bukan melalui suatu dalil yang menuntut mereka kepada keputusan itu, namun semata-mata karena keinginan dan fanatisme.

Taklid menjadi sangat berbahaya manakala yang bersangkutan tidak menyadari kesalahannya. Ia akan terus membuta dan menelan mentah-mentah semua argumen yang disodorkan kepadanya tanpa menelaahnya terlebih dahulu. Ia akan menempatkan dirinya dan orang yang ia ikuti di atas posisi yang benar dalam segalanya. Semua pendapat yang bersumber dari bukan guru, Ustadz, kelompok atau organisasinya tidak mungkin benar jika berseberangan dengan apa yang ia ketahui. Sehingga, seakan-akan umat memeluk agama yang berbeda dan saling tolak belakang. Inilah yang telah dikhawatirkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam :

“Bahwasanya siapa saja di antara kalian yang hidup setelah (kematianku) maka ia akan melihat pertentangan yang banyak” (HR. Tirmdzi)

“Penyimpangan Ulama ibarat remuknya perahu. Jika perahu itu tenggelam, maka banyak orang akan tenggelam bersamanya” (Abu Umar)

“Setiap perkataan bisa saja ditolak atau diterima kecuali perkata penghuni kubur ini”, seraya menujuk makam Rasulullah (Imam Malik)

Wallahu ‘alam
Semoga bermanfaat, Barokallah fiikum


(Refernsi : Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1 dan Tafsir Jalalain)
   
    


Tidak ada komentar:

Posting Komentar