Selasa, 22 Januari 2013

Fenomena Perpecahan


Bismillaah..


Mengapa kita berpecah belah ? Mengapa kita berselisih tentang soal-soal yang tidak seharusnya menyebabkan kita berpecah belah dan berselisih hati ?


Masalah ini, sebagaimana diketehui oleh siapa saja diantara kalian yang mengalaminya, menjadi krisis kejiwaan diantara orang-orang baik, diantara para Tholabul ilmi yang tidak diragukan ketulusan mereka, tetapi perselisihan pendapat dikalangan mereka. Sayangnya, perselisihan ini juga mengakibatkan perselisihan hati. Seseorang tidak tercela dikarenakan terjadinya perbedaan pendapat akan tetapi yang menyedihkan dan memeras hati kita adalah bahwa perselisihan ini mengakibatkan perselisihan hati. Sebagian kita memandang sesamanya sebagai musuh yang dibencinya, tidak ingin membelanya dan tidak menyukai apapun yang menggembirakannya.


Perselisihan dan peristiwa saling tahzdir yang memilikukan yang telah ditakdirkan Allah, dimana kita tidak bisa mengerti fakta sebenarnya yang terjadi, sebab informasi-informasi yang datang saling bertentangan. Masing-masing menyampaikan berita yang diinginkannya. Perselisihan ini datang dan mencabik-cabik serta memecah belah para tholabul ilmi. Sampai-sampai perselisihan ini menjadikan sebagian orang terutama para Tholabul ilmi sangat sibuk, karena ia terus memberikan penilaian negative terhadap pendapat dan ijtihad pihak lain.


Sayangnya perselisihan ini telah berubah menjadi perang kata-kata yang sangat dahsyat di antara saudara-saudara yang tidak kita ragukan ketulusan dan keshalihan mereka. Namun, kita katakan bahwa setiap orang bisa diterima dan ditolak ucapan maupun tindakannya. Kadang-kadang seseorang mempersepsikan sesuatu tidak sebagaimana hakikatnya disebabkan oleh pengetahuan dan informasi yang sampai kepadanya. Tetapi andaikata ia mau berhati-hati dan bersabar, tidak tergesa-gesa, maka itu tentu lebih baik.


Menghadapi persoalan-persoalan ini, seharusnya kita tidak mentrasnfer masalah-masalah yang terjadi ini ke dalam area public, kecuali dengan cara yang bisa memberikan solusi dengan tenang, tentram, ikhlas dan ketulusan niat. Adapun bila sebagian kita memvonis sebagian yang lain atau para Dai membawa konfliknya ke mimbar-mimbar atau ke area public, maka jelas ini suatu kesalahan, bukanlah jalan yang benar.


Jalan yang benar hedaklah kita menyaring informasi dan menyerahkan persoalan ini kepada pihak yang mungkin paling tahu fakta riil tentang persoalan tersebut, sehingga ketika berbicara, kita benar-benar yakin tentang keselamatan lidah dan keselamatan dzimmah (tanggung jawab) kita.


Sama sekali tidak bisa diterima bila kita menjadikan persoalan yang terjadi sebagai standar perpecahan kita. Tanpa memiliki landasan yang jelas. Ketahuilah bahwa memandang ucapan seseorang secara sepihak merupakan kesalahan, karena jika kita memandang ucapan seseorang secara sepihak, berarti kita pasti keliru dalam menilai pihak kedua dan pasti membuat keputusan yang tidak fair, kemudian menarik kesimpulan dari satu sisi.


Kewajiban kita adalah menyimpulkan persoalan ini dari dua sisi. Meski demikian, setelah melihat persoalan dari kedua belah pihak, kita tetap tidak berhak untuk menyiarkan persolan itu kepada orang lain di mimbar-mimbar bahkan di dunia maya yang jangkaunnya lebih luas, membela satu kaum sambil menyalahkan kaum yang lain. Merupakan sebuah kewajiban agar menusia mengucapkan perkataan yang baik. Jika dalam ucapannya tidak terkandung kebaikan, hendaknya ia diam, karena Nabi Shalallahu ‘alaihi wasalam Bersabda :
“Siapa yang beriman Kepada Allah dan hari akhir, hedaklah ia berbicara yang baik atau diam” (HR. Bukhari X/445 dan Muslim II/18)


Persoalan yang muncul akhir-akhir ini, di kalangan saudara-saudara kita, para Dai yang ana kira mereka memiliki niat yang baik dan semua mendapat kepercayaan dari kalangan Tholabul ilmi dan segala puji hanya milik Allah. Akan tetapi, sebagian mereka berbicara tentang sebagian yang lain dan menuduh saudaranya itu, tidak bisa menilai dengan baik, serta berada di menara gading yang terpisah dari realitas dan tidak mengerti tentang realitas sedikit pun. Kemudian sebagian tholabul ilmi pun memperbincangkan persoalan ini, memperbincangkan tokoh-tokoh tertentu dengan menujuk orang dan sifat-sifatnya, padahal semuanya sama dari kalangan dai. Mereka sama-sama memiliki pengaruh dikalangan para tholabul ilmi, namun kini sebagian mereka mencela (mentahdzir) sebagian yang lain. Tidak diragukan bahwa saling tahdzir dikalangan Ulama dan dai menimbulkan dampak negative yang besar sekali, karena itu akan menurunkan derajat para juru da’wah, setinggi apa pun posisinya, karena jiwa manusia itu kadang menerima apa yang didengarnya tanpa melihat.


 Jika salah seorang juru da’wah mencela juru da’wah lain, maka pastilah kedudukan kedua-duanya akan turun, baik orang yang memperbincangkan saudaranya secara zholim, maupun yang dilanggar kehormatannya dan dizholimi. Pasti hal ini mempengaruhi penerimaan masyarakat terhadap da’wah dai tersebut. Jika masyarakat tidak lagi percaya dai ini maupun itu, maka mereka pun tak akan lagi percaya kepada da’wah dan terjadilah masalah besar.


Sampai kapan kita berbicara ? sampai kapan ? setiap kali api fitnah padam, datanglah orang baru yang menyalakannya “kita berlidung kepada Allah akan hal itu”, mungkin dengan niat baik akan tetapi ia tidak cukup cerdas dan kritis, atau mungkin dengan niat buruk. Jangan sekali-kali menyangka bahwa setiap orang yang datang kepadamu menceritakan keburukan fulan dan fulan itu memiliki niat baik. Sama sekali tidak !! kalian tidak tahu, bisa jadi orang itu musuh mu yang ingin menyalakan api fitnah di tengah-tengah kalian, sehingga kalian tidak bisa bersatu di atas landasan kalimat Allah.


Hati-hat, hati-hatilah !! jangan sampai berpecah belah dan berselisih, jika kalian ingin benar-benar di jalan Allah dan ingin membela Agama Allah Ta’ala serta mengukuhkan kedudukan kalian dimuka bumi. Ketahuilah, sesungguhnya perpecahan yang terjadi ditengah-tengah kalian ini lebih ampuh bila dibandingkan dengan senjata musuh kalian.                    


Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah Pernah ditanya : “Apa yang mesti kita lakukan terhadap suatu kaum yang telah menyelisihi kita dalam akidah,perilaku, amal atau ibadah ? apa yang kita lakukan ? akankah kita membicarakan mereka? Atau mendiamkan mereka dan membiarka semua orang tetap apa adanya ? atau bagaimana ?
Beliau menjawab “Yang pertama kali wajib kita lakukan sebelum yang lain adalah mengajak mereka kepada kitab Allah dan Sunnah Rosul-Nya Shalallahu ‘alaihi wasalam. Kita katakan jika anda benar-benar menginginkan kebenaran, maka marilah kembali kepada kitab Allah dan Sunnah Rosul-Nya. Saya yakin, jika niat seseorang benar-benar baik dan ikhlas, maka jalan pun akan baik. Saya yakin mereka pasti bersepakat dan tidak terjadi perselisihan lagi. Namun jika tingkat ini tidak dapat diwujudkan yaitu bersatu pandangan berdasarkan kitab Allah dan Sunnah Rosul-Nya, maka perlu melihat dulu perselisihan ini, apakah merupakan perselisihan yang masih bisa ditolerir, dimana seseorang yang berselisih mengenainya akan dima’afkan, maka persolan seperti ini tidak boleh menyebabkan terjadinya perselisihan hati, hedanklah masing-masing menahan diri”. : (ila mata mata hadza ‘Ikhtilaf, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin, hal 27-28)


(Rerensi : ila mata mata hadza ‘Ikhtilaf, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin)
Wallahu ‘alam Bishawab          
                            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar