Bismillaah..
Mengapa kita berpecah belah ? Mengapa kita berselisih
tentang soal-soal yang tidak seharusnya menyebabkan kita berpecah belah dan
berselisih hati ?
Masalah ini, sebagaimana
diketehui oleh siapa saja diantara kalian yang mengalaminya, menjadi krisis
kejiwaan diantara orang-orang baik, diantara para Tholabul ilmi yang tidak
diragukan ketulusan mereka, tetapi perselisihan pendapat dikalangan mereka.
Sayangnya, perselisihan ini juga mengakibatkan perselisihan hati. Seseorang tidak
tercela dikarenakan terjadinya perbedaan pendapat akan tetapi yang menyedihkan
dan memeras hati kita adalah bahwa perselisihan ini mengakibatkan perselisihan
hati. Sebagian kita memandang sesamanya sebagai musuh yang dibencinya, tidak
ingin membelanya dan tidak menyukai apapun yang menggembirakannya.
Perselisihan dan peristiwa saling
tahzdir yang memilikukan yang telah ditakdirkan Allah, dimana kita tidak bisa
mengerti fakta sebenarnya yang terjadi, sebab informasi-informasi yang datang
saling bertentangan. Masing-masing menyampaikan berita yang diinginkannya.
Perselisihan ini datang dan mencabik-cabik serta memecah belah para tholabul
ilmi. Sampai-sampai perselisihan ini menjadikan sebagian orang terutama para
Tholabul ilmi sangat sibuk, karena ia terus memberikan penilaian negative
terhadap pendapat dan ijtihad pihak lain.
Sayangnya perselisihan ini telah
berubah menjadi perang kata-kata yang sangat dahsyat di antara saudara-saudara
yang tidak kita ragukan ketulusan dan keshalihan mereka. Namun, kita katakan
bahwa setiap orang bisa diterima dan ditolak ucapan maupun tindakannya.
Kadang-kadang seseorang mempersepsikan sesuatu tidak sebagaimana hakikatnya
disebabkan oleh pengetahuan dan informasi yang sampai kepadanya. Tetapi
andaikata ia mau berhati-hati dan bersabar, tidak tergesa-gesa, maka itu tentu
lebih baik.
Menghadapi persoalan-persoalan
ini, seharusnya kita tidak mentrasnfer masalah-masalah yang terjadi ini ke
dalam area public, kecuali dengan cara yang bisa memberikan solusi dengan
tenang, tentram, ikhlas dan ketulusan niat. Adapun bila sebagian kita memvonis
sebagian yang lain atau para Dai membawa konfliknya ke mimbar-mimbar atau ke
area public, maka jelas ini suatu kesalahan, bukanlah jalan yang benar.
Jalan yang benar hedaklah kita
menyaring informasi dan menyerahkan persoalan ini kepada pihak yang mungkin
paling tahu fakta riil tentang persoalan tersebut, sehingga ketika berbicara,
kita benar-benar yakin tentang keselamatan lidah dan keselamatan dzimmah
(tanggung jawab) kita.
Sama sekali tidak bisa diterima
bila kita menjadikan persoalan yang terjadi sebagai standar perpecahan kita.
Tanpa memiliki landasan yang jelas. Ketahuilah bahwa memandang ucapan seseorang
secara sepihak merupakan kesalahan, karena jika kita memandang ucapan seseorang
secara sepihak, berarti kita pasti keliru dalam menilai pihak kedua dan pasti
membuat keputusan yang tidak fair, kemudian menarik kesimpulan dari satu sisi.
Kewajiban kita adalah
menyimpulkan persoalan ini dari dua sisi. Meski demikian, setelah melihat
persoalan dari kedua belah pihak, kita tetap tidak berhak untuk menyiarkan
persolan itu kepada orang lain di mimbar-mimbar bahkan di dunia maya yang
jangkaunnya lebih luas, membela satu kaum sambil menyalahkan kaum yang lain.
Merupakan sebuah kewajiban agar menusia mengucapkan perkataan yang baik. Jika
dalam ucapannya tidak terkandung kebaikan, hendaknya ia diam, karena Nabi
Shalallahu ‘alaihi wasalam Bersabda :
“Siapa yang beriman Kepada Allah
dan hari akhir, hedaklah ia berbicara yang baik atau diam” (HR. Bukhari X/445
dan Muslim II/18)
Persoalan yang muncul akhir-akhir
ini, di kalangan saudara-saudara kita, para Dai yang ana kira mereka memiliki
niat yang baik dan semua mendapat kepercayaan dari kalangan Tholabul ilmi dan
segala puji hanya milik Allah. Akan tetapi, sebagian mereka berbicara tentang
sebagian yang lain dan menuduh saudaranya itu, tidak bisa menilai dengan baik,
serta berada di menara gading yang terpisah dari realitas dan tidak mengerti
tentang realitas sedikit pun. Kemudian sebagian tholabul ilmi pun
memperbincangkan persoalan ini, memperbincangkan tokoh-tokoh tertentu dengan
menujuk orang dan sifat-sifatnya, padahal semuanya sama dari kalangan dai.
Mereka sama-sama memiliki pengaruh dikalangan para tholabul ilmi, namun kini
sebagian mereka mencela (mentahdzir) sebagian yang lain. Tidak diragukan bahwa
saling tahdzir dikalangan Ulama dan dai menimbulkan dampak negative yang besar
sekali, karena itu akan menurunkan derajat para juru da’wah, setinggi apa pun
posisinya, karena jiwa manusia itu kadang menerima apa yang didengarnya tanpa
melihat.
Jika salah seorang juru da’wah mencela juru
da’wah lain, maka pastilah kedudukan kedua-duanya akan turun, baik orang yang
memperbincangkan saudaranya secara zholim, maupun yang dilanggar kehormatannya
dan dizholimi. Pasti hal ini mempengaruhi penerimaan masyarakat terhadap da’wah
dai tersebut. Jika masyarakat tidak lagi percaya dai ini maupun itu, maka
mereka pun tak akan lagi percaya kepada da’wah dan terjadilah masalah besar.
Sampai kapan kita berbicara ?
sampai kapan ? setiap kali api fitnah padam, datanglah orang baru yang
menyalakannya “kita berlidung kepada Allah akan hal itu”, mungkin dengan niat
baik akan tetapi ia tidak cukup cerdas dan kritis, atau mungkin dengan niat
buruk. Jangan sekali-kali menyangka bahwa setiap orang yang datang kepadamu
menceritakan keburukan fulan dan fulan itu memiliki niat baik. Sama sekali
tidak !! kalian tidak tahu, bisa jadi orang itu musuh mu yang ingin menyalakan
api fitnah di tengah-tengah kalian, sehingga kalian tidak bisa bersatu di atas
landasan kalimat Allah.
Hati-hat, hati-hatilah !! jangan
sampai berpecah belah dan berselisih, jika kalian ingin benar-benar di jalan
Allah dan ingin membela Agama Allah Ta’ala serta mengukuhkan kedudukan kalian
dimuka bumi. Ketahuilah, sesungguhnya perpecahan yang terjadi ditengah-tengah
kalian ini lebih ampuh bila dibandingkan dengan senjata musuh kalian.
Syaikh Muhammad bin Sholih Al
Utsaimin rahimahullah Pernah ditanya : “Apa yang mesti kita lakukan terhadap
suatu kaum yang telah menyelisihi kita dalam akidah,perilaku, amal atau ibadah
? apa yang kita lakukan ? akankah kita membicarakan mereka? Atau mendiamkan
mereka dan membiarka semua orang tetap apa adanya ? atau bagaimana ?
Beliau menjawab “Yang pertama
kali wajib kita lakukan sebelum yang lain adalah mengajak mereka kepada kitab
Allah dan Sunnah Rosul-Nya Shalallahu ‘alaihi wasalam. Kita katakan jika anda
benar-benar menginginkan kebenaran, maka marilah kembali kepada kitab Allah dan
Sunnah Rosul-Nya. Saya yakin, jika niat seseorang benar-benar baik dan ikhlas,
maka jalan pun akan baik. Saya yakin mereka pasti bersepakat dan tidak terjadi
perselisihan lagi. Namun jika tingkat ini tidak dapat diwujudkan yaitu bersatu
pandangan berdasarkan kitab Allah dan Sunnah Rosul-Nya, maka perlu melihat dulu
perselisihan ini, apakah merupakan perselisihan yang masih bisa ditolerir,
dimana seseorang yang berselisih mengenainya akan dima’afkan, maka persolan
seperti ini tidak boleh menyebabkan terjadinya perselisihan hati, hedanklah
masing-masing menahan diri”. : (ila mata mata hadza ‘Ikhtilaf, Syaikh Muhammad
bin Sholih Al Utsaimin, hal 27-28)
(Rerensi : ila mata mata hadza
‘Ikhtilaf, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin)
Wallahu ‘alam Bishawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar