Jumat, 25 Januari 2013

Ancaman Berdusta Atas Nama Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam


Bismillaah..


Oleh
Ust Abdul Hakim bin Amir Abdat
 

Dalam masalah ini, kami tunjukkan sejumlah hadits-hadits shahih, tentang ancaman yang sangat berat dan adzab yang sangat mengerikan kepada para pendusta dan pemalsu hadits atas Nabi Shalallahu alaihi wasalam. 


Hadits-hadist tersebut ialah : 


........... "Man kadzaba a'laiya muta'ammidan palyatabawwa maq'adahu minannaar".
Artinya : Dari Abi Hurairah, ia berkata. Telah bersabda Rasulullah  Shalallahu alaihi wasalam "Barang siapa yang berdusta atasku (yakni atas namaku) dengan sengaja, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya (yakni tempat tinggalnya) di neraka". (Hadits shahih dikeluarkan oleh Imam Bukhari (1/36) dan Muslim (1/8) dll) 


Artinya : Dari Abi Hurairah, ia berkata. Telah bersabda Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam, "Barangsiapa yang membuat-buat perkataan atas (nama)ku yang (sama sekali) tidak pernah aku ucapkan, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka". (Hadits shahih dikeluarkan oleh Ibnu Majah (No. 34) dan Imam Ahmad bin Hambal (2/321))

Artinya : Dari Salamah bin Akwa, ia berkata. Aku telah mendengar Nabi Shalallahu alaihi wasalam bersabda : "Barangsiapa yang mengatakan atas (nama)ku apa-apa (perkataan) yang tidak pernah aku ucapkan, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka". (Hadits shahih riwayat Imam Bukhari (1/35) dll, hadits ini diriwayatkan juga oleh Imam Ahmad (4/47) dengan lafadz yang sama dengan hadits No. 1,4,5,6 & 8)


Kemudian Imam Ahmad meriwayatkan lagi (4/50) dengan lafadz.

Artinya : "Tidak seorangpun yang berkata atas (nama)ku dengan batil, atau (ia mengucapkan) apa saja (perkataan) yang tidak pernah aku ucapkan, melainkan tempat duduknya di neraka". Sanad ini shahih atas syarat Bukhari dan Muslim. 


Artinya : Dari Anas bin Malik, ia berkata. Sesungguhnya yang mencegahku menceritakan hadist yang banyak kepada kamu, (ialah) karena Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam telah bersabda : "Barangsiapa yang sengaja berdusta atasku (yakni atas namaku), maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka". Hadits shahih dikeluarkan oleh Bukhari (1/35) dan Muslim (1/7) dll. 


Artinya : Dari Amir bin Abdullah bin Zubair dari bapaknya (Abdullah bin Zubair), ia berkata. Aku bertanya kepada Zubair bin 'Awwam : "Mengapakah aku tidak pernah mendengar engkau menceritakan (hadits) dari Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam sebagaimana aku mendengar Ibnu Mas'ud dan si fulan dan si fulan..? Jawabnya : Adapun aku tidak pernah berpisah dari Rasulullah sejak aku (masuk) Islam, akan tetapi aku telah mendengar dari beliau satu kalimat, beliau bersabda : "Barangsiapa yang berdusta atas (nama) ku dengan sengaja, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka". Hadits shahih, dikeluarkan Bukhari (1/35), Abu dawud (No. 3651) dan Ibnu Majah (No. 36 dan ini lafadznya) dll. 


Dua riwayat di atas dari dua orang sahabat besar Anas bin Malik dan Zubair bin 'Awwam, menunjukkan betapa sangat hati-hatinya para sahabat radliyallahu 'anhum dalam meriwayatkan hadits Nabi Shalallahu alaihi wasalam. 


Artinya : Dari Abdullah bin Amr, ia berkata. Sesungguhnya Nabi Shalallahu alaihi wasalam telah bersabda : "Sampaikanlah dariku meskipun satu ayat, dan ceritakanlah tentang Bani Israil dan tidak ada keberatan (yakni berdosa), dan barangsiapa yang berdusta atas (nama) ku dengan sengaja, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya (yakni tempat tinggalnya) di neraka". Hadits shahih, dikeluarkan oleh Bukhari (4/145) dan Tirmidzi (4/147 di Kitab Ilmu) dan Ahmad (2/159), 202 & 214) dll. 


Sabda Nabi Shalallahu alaihi wasalam." Ceritakanlah tentang Bani Israil dan tidak ada keberatan", yakni tidak berdosa selama itu baik menurut Syara'. 


Berkata Imam Malik. "Yang dikehendaki boleh menceritakan tentang mereka (Bani Israil) ialah dari urusan yang baik, adapun apa-apa yang telah diketahui dustanya tidak boleh". Demikian juga keterangan Imam Syafi'iy, hampir sama. (baca Al-Fathul Bari 7/309 syarah Bukhari). 


Saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) berpandangan : Bahwa cerita-cerita tentang Bani Israil itu ada tiga macam :
  1. Yang telah diketahui kebenaran dan kesahihannya oleh Syara' dari perkara-perkara yang baik. Maka inilah yang dimaksud dengan sabda Nabi Shalallahu alaihi wasalam diatas.
  2. Yang telah diketahui kebatilan dan kedustaannya oleh Syara'. Maka tidak boleh kita ceritakan, kecuali untuk menjelaskan kebatilan dan dustanya.
  3. Yang tidak atau belum diketahui benar dan dustanya. Maka tidak boleh kita imani atau dustai, dan menceritakannya-pun tidak ada faedah sama sekali. (baca Tafsir Ibnu Katsir 1/4).
Artinya : Dari Ali bin Abi Thalib, ia berkata. telah bersabda Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam. "Janganlah kamu berdusta atas (nama)ku.! Karena, sesungguhnya barangsiapa yang berdusta atasku, maka hendaklah ia memasuki neraka". Hadist shahih, riwayat Bukhari (1/35), Muslim (1/7), Tirmidzi (4/142 Kitabul Ilmi), Ibnu Majah (No. 3) dan Ahmad.

Artinya : Dari Mughirah (bin Syu'bah) radliyallahu 'anhu, ia berkata, Aku telah mendengar Nabi SAW bersabda : "Sesungguhnya berdusta atasku tidaklah sama berdusta kepada orang lain (selainku), maka barangsiapa yang berdusta atas (nama)ku dengan sengaja, hendaklah ia mengambil tempat tinggalnya di neraka". Hadist shahih riwayat Bukhari (2/81), Muslim (1/8) dan Ahmad (4/252).


Artinya : Dari Watsilah bin Asqa', ia berkata. telah bersabda Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam. 
"Sesungguhnya dari sebesar-besar dusta adalah, seorang menda'wahkan/mengaku (berbapak) kepada yang bukan bapaknya (yakni menasabkan diri kepada orang lain yang bukan bapaknya), atau (ia mengatakan) telah diperlihatkan kepada matanya apa yang (sebenarnya) matanya tidak pernah melihat (yakni ia mengaku telah bermimpi dan melihat sesuatu tetapi sebenarnya bohong).


Dalam riwayat yang lain di jelaskan, atau (ia mengatakan), telah diperlihatkan kepada kedua matanya dalam tidur mimpi) apa yang tidak dilihat oleh kedua matanya (yakni ia mengaku telah bermimpi sesuatu padahal dusta), atau ia mengatakan atas (nama) Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam apa yang beliau tidak pernah sabdakan". Hadits shahih, riwayat Bukhari (4/157) dan Ahmad (4/106) dan riwayat yang kedua, dari jalannya.


Artinya : Dari Abi Bakar bin Salim dari bapaknya (yaitu Salim bin Abdullah bin Umar) dari kakeknya (yaitu Abdullah bin Umar), ia berkata. Sesungguhnya Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam telah bersabda. "Sesungguhnya orang yang berdusta atas (nama)ku akan dibangunkan untuknya satu rumah di neraka". Hadist shahih, dikeluarkan oleh Imam Ahmad bin Hambal di musnadnya (2/22, 103 & 144) dan sanadnya shahih atas syarat Bukahri dan Muslim.


TAKHRIJUL HADITS

 Hadits "man kadzaba a'laiya" dan yang semakna dengannya tentang ancaman berdusta atas Rasullah Shalallahu alaihi wasalam, derajadnya MUTAWATIR. Telah diriwayatkan oleh berpuluh-puluh sahabat, sehingga dikatakan sampai dua ratus orang sahabat meriwayatkannya. Dan tidak satupun hadits mutawatir yang derajadnya lebih tinggi dari hadits "man kadzaba a'laiya". (baca : Syarah Muslim (1/68) An-Nawawi, Fathul Bari (1/213) Ibnu Hajar. Tuhfatul Ahwadziy syarah tirmidzi (7/418-420).

Saya (Maksudnya : Ust Abdul Hakim bin Amir Abdat) berpandangan : Bahwa banyaknya sahabat yang meriwayatkan hadits di atas memberikan beberapa faedah yang menunjukan :

  1. Nabi Shalallahu alaihi wasalam sering menyampaikan dan mengulang-ulang sabdanya tersebut.
  2. Perhatian yang besar para sahabat dalam memelihara, dan menjaga betul-betul sabda Nabi Shalallahu alaihi wasalam dan segala sesuatu yang disandarkan orang kepada beliau Shalallahu alaihi wasalam. Sehingga mereka saling berpesan dan berwasiat dan meriwayatkannya sesama mereka. Kemudian mereka menyampaikannya kepada Tabi'in dan Tabi'in menyampaikannya kepada Atba'ut Tabi'in dan seterusnya tercatat dan terpelihara dengan baik dan rapi di dewan-dewan Imam-imam Sunnah. Sehingga sepanjang pemeriksaan saya -hampir-hampir- tidak ada satupun Imam dari Imam-imam ahli hadits melainkan meriwayatkannya di kitab-kitab hadits mereka. Dari Amirul Mu'minin fil hadits Al-Imam Bukhari sampai Imam Ibnul Jauzi radiiyallahu 'anhum wa jazaahumullahu 'anil Islam khairan.
  3. Ketinggian derajadnya dalam kesahihan dan kemutawatirannya dan mencapai tingkat teratas dalam martabat hadits-hadits mutawatir.
  4. Kebesaran maknanya yang meliputi beberapa faedah dan sejumlah qaidah dan menutup pintu kerusakan-kerusakan yang besar dalam Agama ini, disebabkan berdusta atas nama Nabi Shalallahu alaihi wasalam.
LUGHOTUL HADITS
Sabda Nabi Shalallahu alaihi wasalam : ....palyatabawaa... = hendaklah ia mengambil

Artinya : Maka hendaklah ia mengambil untuk dirinya satu tempat tinggal (yakni di neraka). Dikatakan : Seorang mengambil tempat, (yakni) apabila ia mengambilnya sebagai tempat tinggalnya (tempat menetap atau rumahnya). Maka sabda Nabi Shalallahu alaihi wasalam. "Hendaklah ia mengambil tempat tinggalnya di neraka". bentuk perintah yang maknanya kabar, atau bermakna mengancam, atau maknanya mengejek dan marah, atau mendo'akan pelakunya yakni semoga Allah menempatkannya di neraka". (Al-Fath 1/211 dan syarah Muslim 1/68). Wallahu 'Alam.


SYARAH HADITS
Menurut Imam Nawawi (rahimahullahu) hadits ini meliputi beberapa faedah dan sejumlah qawaa'id, diantaranya :
  1. Ketetapan tentang qa'idah dusta bagi Ahlus Sunnah. (akan datang penjelasannya).
  2. Sangat besar pengharaman dusta atas nama beliau Shalallahu alaihi wasalam, dan merupakan kekejian dan kebinasaan yang sangat besar.
  3. Tidak ada perbedaan tentang haramnya berdusta atas nama Nabi Shalallahu alaihi wasalam baik dalam masalah-masalah ahkam (hukum-hukum) atau bukan, seperti ; tarhib dan nasehat-nasehat dan lain-lain. Maka semuanya itu adalah haram dan sebesar besar dosa besar dan seburuk-buruk perbuatan menurut ijma' kaum muslimin.
  4. Haram meriwayatkan hadits maudlu'/palsu atas orang yang telah mengetahui kemaudlu'annya atau berat sangkaan bahwa hadits tersebut maudlu'. Maka barangsiapa yang meriwayatkan satu hadits yang ia ketahui atau berat sangkaannya bahwa hadits itu palsu dan ia tidak menjelaskan kepalsuannya, maka ia termasuk kedalam ancaman hadist di atas dan tergolong orang-orang yang berdusta atas nama Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam.
Diringkas dari syarah Muslim 1/69-71 dan baca juga Al-Fath 1/210-214 & 7/310.
Dibawah ini akan saya jelaskan lebih luas lagi :

1. MAKNA DUSTA

Berkata Imam Nawawi di kitabnya Al-Adzkar (halaman 326) : "Ketahuilah ! Sesungguhnya menurut madzhab Ahlus Sunnah bahwa dusta itu ialah : Mengkabarkan tentang sesuatu yang berlainan (berbeda/menyalahi) keadaannya. Sama saja apakah engkau lakukan (dusta itu) dengan sengaja atau karena kebodohanmu (tidak sengaja), akan tetapi tidak berdosa kalau karena kebodohan (tidak sengaja) dan berdosa kalau dilakukan dengan sengaja". (baca juga syarah Muslim 1/69).

Berkata Al-Hafidz Ibnu Hajar di Al-Fath (1/211): Artinya : "Sesungguhnya dusta itu ialah : Mengkabarkan tentang sesuatu yang berlainan dengan keadaannya".


2. MAKNA BERDUSTA ATAS NAMA NABI Shalallahu alaihi wasalam

Berdusta atas nama Nabi Shalallahu alaihi wasalam ialah : menyandarkan sesuatu kepada beliau Shalallahu alaihi wasalam baik berupa perkataan (qaul), perbuatan (fi'il) atau taqriri (persetujuan beliau atas perbuatan atau perkataan sahabat) dan segala sesuatu yang disandarkan kepada beliau Shalallahu alaihi wasalam dengan cara berbohong/berdusta atas namanya Shalallahu alaihi wasalam. Sama saja, apakah masalah-masalah hukum atau targhib dan tarhib dan nasehat-nasehat atau tarikh/sejarah dan lain sebagainya. Semuanya adalah haram dan termasuk berbohong atas nama Nabi Shalallahu alaihi wasalam, sebagaimana penjelasan Imam Nawawi di atas (semoga Allah merahmatinya). 


Hadits atau riwayat dusta itu, Ulama kita menamakannya dengan "HADITS/RIWAYAT MAUDLU'/PALSU" yaitu : "Hadist yang dibuat-buat/diada-adakan/diciptakan orang secara dusta atas nama Nabi Shalallahu alaihi wasalam, baik dengan sengaja atau tidak sengaja". Tidak sengaja itu bisa dengan sebab kebodohan atau kekeliruan atau kesalahannya. Meskipun ia tidak secara langsung berdusta, tetapi tetap saja kabarnya dinamakan kabar maudlu' (palsu/bohong). Karena itu hadits-hadits tidak boleh diambil dari orang-orang jahil dan bukan ahlinya dan cacat lainnya sebagaimana telah diterangkan oleh Ulama-ulama ahli Hadits. (lebih lanjut bacalah Muqaddimah Imam Muslim di kitab sahihnya). (Baca : Muqaddimah Ibnu Shalah (halaman 47). Syarah Nukhbatul Fikr (halaman 80) Ibnu Hajar, Al Wadlu' fil Hadist (1/107), Taujihunnadazar ila Ushulil A-tsar (halaman 252). 


3. HUKUMNYA
Hadits-hadits diatas [tulisan kami bagian pertama] merupakan ancaman yang sangat berat dan mengerikan sekali terhadap para pemalsu dan pendusta-pendusta besar atas nama Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam. Untuk mereka Allah Jalla Jalaa Luhu telah menyediakan tempat tinggal berupa satu rumah di neraka, yang disitu mereka akan diadzab dengan adzab yang besar. Hal ini disebabkan karena :
  1. Bahwa berdusta atas nama Rasullah Shalallahu alaihi wasalam adalah sebesar-besar dusta yang pernah dilakukan oleh manusia, sesudah berdusta atas nama Allah Jalla Jalaa Luhu, bahkan berdusta atas nama Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam sama dengan berdusta atas nama Allah Jalla wa'ala.
  2. Berdusta atas nama Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam tidak sama dengan berdusta kepada orang lain (selain Nabi Shalallahu alaihi wasalam), kalau berdusta kepada orang lain telah berdosa (dosa besar menurut Ulama), maka bagaimana pandanganmu terhadap orang yang berbohong atas nama "seseorang" yang perkataan dan perbuatannya menjadi syariat dan diikuti oleh manusia ..? Dengan sendirinya si pendusta ini telah membuat syariat baru yang bukan syariat Nabi Shalallahu alaihi wasalam meskipun memakai nama beliau Shalallahu alaihi wasalam. Kemudian kebohongannya itu tersebar di permukaan bumi dan terus berkelanjutan yang diturut banyak manusia sampai hari qiamat. Dengan demikian terjadilah kerusakan yang sangat besar pada Agama dan dunia seperti timbulnya ajaran-ajaran syirik, khurafat-khurafat dan bid'ah-bid'ah,dsb.
Oleh karena kerusakannya demikian besar, maka Ulama-ulama kita telah berselisih pandangan dalam menghukuminya, menjadi dua madzhab :
  1. Tidak mengkafirkannya, tetapi pelakunya telah mengerjakan sebesar-besar dosa besar dan seburuk-buruk perbuatan. Demikian pendapat jumhur menurut Imam Nawawi.
  2. Tegas-tegas mengkafirkan orang-orang yang berdusta dengan sengaja dan mengetahui kedustaannya atas Nabi Shalallahu alaihi wasalam. Telah berkata Imam Ibnu Katsir : "Sebagian Ulama ada yang mengkafirkan orang yang sengaja dusta dalam hadits Nabi dan diantara mereka ada yang mewajibkan harus dibunuh". (Ikhtisar Ulumul Hadits : 102).
Sebagian Ulama tersebut ialah Imam Al Juwaini (bapaknya Imam Haramaian). Demikian keterangan Nawawi di syarah Muslim (1/69) dan Al-Hafidz Ibnu Hajar di Fath (91/212-213 & 7/310), kemudian Syaikh Ahmad Syakir dalam syarahnya atas kitab Ibnu Katsir (halaman 79). Dan kelihatannya Imam Ibnu Abdil Bar condong berpendapat mengkafirkannya. Demikian menurut Ibnu Hajar. Pandangan Imam Al Juwaini yang sangat tegas mengkafirkannya dan beliau nyatakan terus menerus di majelis-majelisnya telah dibantah dan dilemahkan oleh anaknya sendiri yaitu Imam Haramain, kemudian Imam Nawawi dan kelihatannya Ibnu Hajar pun condong melemahkannya. Tetapi menurut Syaikh Ahmad Syakir (seorang Ulama Ahli Hadits besar pada abad ini) bahwa pendapat Imam Juwaini itulah yang benar. Wallahu a'lam. 
Kemudian Ulama-ulama kita pun berselisih pendapat dalam menerima kembali riwayat-riwayat orang yang telah taubat dari memalsukan hadits Nabi Shalallahu alaihi wasalam. Apakah diterima kembali atau ditolak selama-lamanya..? Dalam masalah inipun terdapat dua madzhab :
  1. Tidak diterima dan ditolak selama-lamanya meskipun ia telah taubat dengan taubat yang shahih. Demikian madzhab (pendapat) Imam Ahmad bin Hambal dan Ulama-ulama besar yang sefaham dengan beliau.
  2. Diterima riwayatnya apabila ia telah taubat dengan taubat yang shahih. Dan Imam Nawawi telah membantah faham di atas (madzhab Imam Ahmad) dengan beberapa hujjah. (baca : Syarah Muslim/69).
Menurut tahqik Syaikh Ahmad Syakir yang rajih (kuat) ialah pendapat Imam Ahmad bin Hambal dan Ulama-ulama yang sefaham dengannya, sebagai peringatan dan ancaman yang sangat keras berdusta atas nama Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam, karena kerusakannya sangat besar dan akan menjadi syariat yang terus menerus sampai hari qiamat. Berbeda dengan dusta kepada selainnya dan saksi (palsu), karena kerusakan keduanya terbatas dan tidak umum. Maka tidak dapat dikiaskan/diibaratkan berdusta dalam meriwayatkan hadits dengan berdusta dalam saksi dan macam-macam maksiat yang lain.  Wallahu a'lam. (baca : Ikhtisar Ibnu Katsir halaman 101-102). 


4. SEBAB-SEBAB TERJADINYA PEMALSUAN HADITS
Adapun sebab-sebab yang membawa para pendusta untuk memalsukan hadits-hadits atas nama Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam banyak sekali, diantaranya : 


A. Kaum Zindiq
Yakni mereka yang berpura-pura Islam tetapi sesungguhnya mereka adalah kafir dan munafiq yang sebenarnya. Mereka adalah kaum yang sangat hasad dan benci terhadap Islam dan bertujuan merusak Agama ini dari dalamnya dengan berbagai macam cara. Diantaranya membuat hadits-hadits palsu banyak sekali. Lalu mereka tampil ditengah-tengah umat menyerupai Ulama, kemudian mereka sebarkan hadits-hadits buatan mereka dengan memakai nama Nabi Shalallahu alaihi wasalam. Tujuan mereka tidak lain untuk merusak syariat dan mempermainkan Agama Allah sekaligus menanamkan keraguan (tashqik) di hati kaum Muslimin khususnya masyarakat awam. 


Berkata Hammad bin Zaid seorang Atba'ut Tabi'in besar wafat tahun 190 H.
Artinya : "Kaum Zindiq telah memalsukan (hadits) atas (nama) Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam sebanyak empat belas ribu hadits". 


Ketika Abdul Karim bin Abi "Awjaa', salah seorang zindiq ditangkap dan akan dipenggal kepalanya oleh Muhammad bin Sulaiman Al-Abbaasiy (seorang pemimpin Basrah pada zaman khilafah Al-Mahdi, pada tahun 160 lebih), maka tatkala Abdul Karim telah yakin akan dibunuh, ia berkata :


 Artinya : "Demi Allah ? Sesungguhnya aku telah memalsukan pada kamu sebanyak empat ribu hadits palsu, aku haramkan padanya yang halal dan aku telah halalkan (perkara) yang haram".


Demikian juga Muhammad bin Said Asy-Syamiy Al-Maslub (yang mati disalib karena zindiqnya oleh Abu Ja'far Al-Manshur). Zindiq yang satu inipun telah memalsukan hadits sebanyak empat ribu hadits. Telah berkata Imam Nasa'i di akhir kitabnya "Adl-Dlua'afa' wal Matrukiin" (halaman 310) : "Para pendusta yang terkenal telah memalsukan hadits Rasulullah SAW, ada empat orang : Ibnu Abi Yahya di Madinah, Al-Waqidiy di Baghdad, Muqotil bin Sulaiman di Al-Khurasan dan Muhammad bin Said di Syam yang terkenal dengan (sebutan) Al-Mashlub (orang yang mati di salib). 


Saya berpandangan : Bahwa sepanjang penelitian saya hadits-hadits yang dipalsukan kaum zindiq itu terbagi kepada beberapa bagian :
  1. Hadits-hadits palsu yang mengajak dan mengajarkan kepada syirik dengan macam-macam cabangnya.
  2. Hadits-hadits palsu tentang bid'ah-bid'ah Agama dengan segala tingkatannya.
  3. Hadits-hadits palsu yang menganjurkan kepada maksiat-maksiat.
  4. Hadits-hadits palsu yang memperbodoh dan melemahkan umat terutama tentang jihad fi-sabilillah.
  5. Hadits-hadits palsu yang merusak akal, adab dan pergaulan, dll.
B. Satu Kaum yang memalsukan Hadits karena mengikuti hawa nafsu
Mereka mengajak manusia mengikutinya untuk menyalahi Al-Kitab dan As-Sunnah. Seperti : Ta'ashub madzhabiyah, golongan/firqahnya, fahamnya, berlebihan terhadap Imam-imamnya, karena jenisnya, qabilah/sukunya, negerinya atau lughohnya/ bahasanya dan lain sebagainya. 


Berkata Abdullah bin Yazid Al-Muqriy (seorang Atba'ut Tabi'in besar gurunya Imam Malik, wafat tahun 148 H), "Sesungguhnya ada seorang laki-laki dari ahli bid'ah (yang dimaksud bid'ah aqidah) yang telah ruju' (kembali sadar) dari bid'ahnya, ia berkata : 


Artinya : "Perhatikanlah hadits itu dari siapa kamu mengambilnya ! Karena sesunggunya kami dahulu apabila berpendapat dengan satu pendapat, maka kami jadikan ia (pendapat kami itu) sebagai satu hadits (yakni kami palsukan mejadi hadits)". 


Berkata Abdullah bin Lahai'ah (wafat tahun 174H): "Aku telah mendengar seorang syaikh dari Khawarij yang telah taubat dan ruju', ia berkata : 


Artinya : "Sesungguhnya hadits-hadits ini adalah Agama, maka perhatikanlah dari siapa kamu mengambil agama kamu.! Karena sesungguhnya kami dahulu apabila condong kepada satu urusan (maksudnya faham yang setuju dengan bid'ahnya) niscaya kami jadikan ia sebagai satu hadits (kami palsukan menjadi hadits)".
Berkata Hammad bin Salamah (Atba'ut Tabi'in wafat 167 H): "Telah mengabarkan kepadaku seorang syaikh dari Rafidhah (Syi'ah), sesungguhnya mereka berkumpul (sepakat) untuk memalsukan hadits-hadits"


C. Satu kaum yang memalsukan hadits-hadits untuk tujuan yang baik menurut persangkaan mereka

Mereka buat hadits-hadits palsu tentang targhib dan tarhib dan nasehat-nasehat dan lain-lain. Mereka tidak merasa keberatan bahkan membolehkan dengan mengharap ganjaran dari Allah Jalla Jalaa Luhu .!? Kemudian mereka berkata. Kami tidak berdusta untuk merusak (nama atau Syari'at) Nabi Shalallahu alaihi wasalam tetapi untuk kebaikan beliau Shalallahu alaihi wasalam..!?


Hujjah mereka di atas menurut Ibnu Katsir menunjukkan sempurnanya kebodohan mereka, sedikitnya akal mereka, banyaknya dosa dan kebohongan mereka, karena Nabi Shalallahu alaihi wasalam tidak butuh kepada orang lain untuk kesempurnaan syariat dan keutamaannya. Mereka itu kaum yang menyandarkan diri mereka kepada zuhud dan sufi.


D. Qash-shaas (Tukang-tukang cerita)


Mereka yang memalsukan hadits-hadits dalam cerita-cerita mereka, untuk mencari uang dan supaya orang-orang awam (umum) takjub (terkesima).


F. Satu kaum yang memalsukan hadits pada waktu-waktu yang diperlukan


Seperti untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, membela faham/pendapat, mencela atau marah kepada seseorang dan lain sebagainya.

[Baca : Al-Madkhal (halaman 51-59) Imam Hakim. Adl-Dlua'afaa' 91/62-66 & 85) Ibnu Hibban. Al-Maudlu'at (1/37-47) Ibnul Jauzi. Maj'mu Fatawa (18/46) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Ikhtisar Ibnu Katsir (halaman 78-88). Syarah Nukhbatul Fikr (halaman 84-85). Mizanul I'tidal (2/644) Adz-Dzahabi].

5. PERKATAAN/LAFADZ-LAFADZ/YANG MEREKA GUNAKAN


Para pendusta itu dalam memalsukan hadits menggunakan beberapa perkataan, diantaranya :

  1. Mereka susun perkataan sendiri, lalu mereka sandarkan kepada Nabi Shalallahu alaihi wasalam.
  2. Atau mereka ambil perkataan-perkataan ahli hikmah, orang-orang shalih, atau cerita-cerita Israiliyat dan lain-lain.
  3. Atau Hadits yang dlo'if  sanadnya, kemudian mereka susun dan hiasi (yakni mereka palsukan) menjadi shahih sanadnya.
[Baca : Mukaddimah Ibnu Shalah (halaman 47), Syarah Nuhbatul Fikr (halaman 83) Ibnu Hajar].

6. CIRI-CIRI/TANDA-TANDA HADITS MAUDLU'

Diantara tanda-tanda bahwa hadits itu maudlu'/palsu, ialah :
  1. Pengakuan dari pemalsu itu sendiri, seperti beberapa contoh diatas (baca juga Al-Madkhal (halaman 53) Imam Hakim).
  2. Terdapat keganjilan dan rusak maknanya.
  3. Bertentangan dengan apa yang telah tsabit dari Al-Kitab dan As-Sunnah, dll.
[Baca : Ikhtisar Ibnu Katsir dengan syarah Syaikh Ahmad Syakir (halaman 78) dan masalah ini telah dibahas dengan luas oleh Imam Ibnul Qoyim di kitabnya 'Al-Manaarul Munif Fish Shahih Wadlo'if] 


Tidaklah mudah untuk mengetahui hadits itu maudlu', dan bukan sembarang orang yang dapat menentukannya, kecuali Imam-imam ahli Hadits dan ulama-ulama yang mahir dan luas pengetahuannya tentang Sunnah. Memiliki kemampuan yang khusus tentang Sunnah/Hadits, Jarh dan Ta'dil serta Tarikh Rawi dan lainnya yang berhubungan dengan Ilmu Hadits yang mulia ini.

Adapun mereka yang tidak punya ilmu hadits yang mulia ini (As-Sunnah/Hadits), mereka hanya mendlo'ifkan atau menentukan hadits maudlu' karena hawa nafsu dan ra'yu-ra'yu mereka yang bathil dan menyalahi Al-Kitab dan As-Sunnah, mereka yang sehari-hari menggugat Sunnah yang shahih, maka mereka yang zhalim, penentang-penentang sunnah shahihah ini, sama sekali perkataannya tidak boleh didengar dan wajib ditentang dan dibuka kelemahan mereka dan memberikan penjelasan kepada umat akan tipu daya mereka yang sangat berbahaya.


7. PEMELIHARAAN TERHADAP HADITS/SUNNAH


Meskipun hadits-hadits itu telah banyak dipalsukan orang dan tidak sedikit hadits-hadits shahih didustakan, ditolak dan digugat, tetapi Allah Azaa wa Jalla tetap memelihara dan menjaganya, karena Ia telah berfirman :

Artinya : "Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan peringatan ini (Al-Qur'an), dan sesungguhnya Kamilah yang akan menjaganya". (Al-Hijr : 9).

Sewaktu Abdullah bin Mubarak (seorang Imam Mujahid besar dari Thabaqah Atba'ut Tabi'in, wafat tahun 181 H) ditanya tentang hadits-hadits maudlu' beliau menjawab bahwa nanti akan hidup orang-orang yang ahli dalam hadits yang akan membela (menjaga dan mempertahankannya), kemudian beliau membaca firman Allah di atas.


Pemeliharaan terhadap Hadits/Sunnah itu dimulai dari Thabaqah pertama, yaitu para Shahabat Radliyallahu 'Anhum. Thabaqah kedua dan ketiga yaitu : Tabi'in dan Atba'ut Tabi'in, kemudian datang Thabaqah keempat dan seterusnya. Maka bangkitlah Imam-imam Sunnah yang telah menyediakan hidup dan umur mereka untuk membela Sunnah Nabi Shalallahu alaihi wasalam, Mereka itulah Salafus Shalih dan Tha'ifah Manshurah yang selalu akan ada dalam umat ini.


Jazaahumullahu 'Anil Islam Khairan.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Hukum Meriwayatkan Hadits Maudlu'/Palsu


Oleh

 Ust Abdul Hakim bin Amir Abdat


"Man haddatsaa 'Annii (wafii riwaayatin : Man rawaa 'Annii) Bihadiitsiy-yura (wafii lafdzin : yara) Annahu Kadzibbin, Fahuwa Ahadul-Kadzibiina (wafii lafdzin :Al-Kadzibayini)"



 "Barangsiapa yang menceritakan dariku (dalam riwayat yang lain : meriwayatkan dariku) satu hadist yang ia sangka (dalam satu lafadz : yang ia telah mengetahui) sesungguhnya hadits tersebut dusta/palsu, maka ia termasuk salah seorang dari para pendusta (dalam satu lafadz : dua pendusta)"


TAKHRIJUL HADITS :


Hadits ini derajadnya SHAHIH dan MASYHUR sebagaimana diterangkan oleh Imam Muslim di muqaddimah shahihnya (1/7).


Dan telah diriwayatkan oleh beberapa shahabat :

  1. Samuroh bin Jundud Dikeluarkan oleh Imam-imam : Muslim (1/7), Ibnu Majah (No. 39) Ahmad (5/20), Ath-Tahayalis di musnadnya (Hal : 121 No. 895), Ath-Thahawi di kitabnya : Al-Musykilul Atsar" (1/75), Ibnu Abi Syaibah di mushannafnya (8/595), Ath-Thabrani di kitabnya "Al-Mu'jam Kabir" (7/215 No. 6757), Ibnu Hiban (No. 29) dan di kitabnya "Adl-Dlu'afaa" (1/7) dan Al-Khatib Baghdadi di kitabnya "Tarikh Baghdad" 4/161).
  2. Mughirah bin Syu'bah Dikeluarkan oleh Imam-imam : Muslim (1/7), Ibnu Majah (No. 41), Tirmidzi (4/143-144 di kitabul ilmi), Ahmad 94/252,255), Ath-Thayalis (Hal : 95 No. 690), Ath-Thahawi di "Musykil" (1/175-176), Ibnu Hibban di kitabnya "Adl-Dlua'afaa" (1/7).
  3. Ali bin Abi Thalib Dikeluarkan oleh Imam-imam : Ibnu Majah (No. 38 & 40), Ibnu Abi Syaibah (8/595), Ahmad (1/113) dan Ath-Thahawi (1/175) di kitabnya "Musykilul Atsar".
Lafadz hadits dari riwayat Imam Muslim dan lain-lain, dan riwayat yang kedua (man rawa 'anni) dari mereka selain Muslim. Berkata Tirmidzi : Hadist Hasan Shahih.

LUGHOTUL HADITS :

Lafadz (yara) ada dua riwayat yang shahih.
  1. Dengan lafadz "yura" didlomma huruf "ya" nya, maknanya "Zhan" atinya : Ia sangka.
"Yakni : Hadits tersebut baru ia "sangka-sangka" saja sebagai hadits palsu/maudlu, kemudian ia meriwayatkannya juga, maka ia termasuk ke dalam ancaman Nabi Shalallahu alihi wasalam di atas".
  1. Dengan lafadz "yara" di fat-ha "ya" nya, yang maknanya "yu'lamu", artinya : Ia telah mengetahui.
"Yakni : Hadits tersebut telah ia ketahui kepalsuannya, baik ia mengetahuinya sendiri sebagai ahli hadits atau diberitahu oleh Ulama ahli Hadits, kemudian ia meriwayatkan/membawakannya tanpa memberikan bayan/penjelasan akan kepalsuannya, maka ia termasuk ke dalam kelompok pendusta hadits Nabi shalallahu alaihi wasalam".

Demikian juga lafadz "Alkadzibiina" terdapat dua riwayat yang shahih :

  1. Dengan lafadz "alkadzibiina" hurup "ba" nya di kasro yakni dengan bentuk jamak.
    Artinya : Para pendusta.
  2. Dengan lafadz "alkadzibayina" hurup "ba" nya di fat-ha yakni dengan bentuk mutsanna (dua orang). Artinya : Dua pendusta. (Syarah Muslim : 1/64-65 Imam Nawawi).
SYARAH HADITS

Sabda Nabi Shalallahu alaihi wasalam : (Barangsiapa yang menceritakan/meriwayatkan dariku satu/sesuatu hadits saja), yakni baik berupa perkataan, perbuatan taqrir,atau apa saja yang disandarkan orang kepada Nabi Shalallahu alaihi wasalam, apakah menyangkut masalah-masalah ahkam (hukum-hukum), aqidah, tafsir Qur'an, targhib dan tarhib atau keutamaan-keutamaan amal (fadlaa-ilul a'mal), tarikh/kisah-kisah dan lain-lain. (Yang ia menyangka/zhan) yakni sifatnya baru "zhan" tidak meyakini (atau ia telah mengetahui) baik ia sebagai ahli hadits atau diterangkan oleh ahli hadits (sesungguhnya hadits tersebut dusta/palsu), kemudian ia meriwayatkannya dengan tidak memberikan penjelasan akan kepalsuannya, (maka ia termasuk salah seorang dari pendusta/salah seorang dari dua pendusta) yakni yang membuat hadits palsu dan ia sendiri yang menyebarkannya.


Berkata Imam Ibnu Hibban dalam syarahnya atas hadits ini di kitabnya "Adl-Dlu'afaa" (1/7-8) : "Di dalam kabar (hadits) ini ada dalil tentang sahnya apa yang telah kami terangkan, bahwa orang yang menceritakan hadits apabila ia meriwayatkan apa-apa yang tidak sah dari Nabi Shalallahu alaihi wasalam, apa saja yang diadakan orang atas (nama) beliau Shalallahu alaihi wasalam, sedangkan ia mengetahuinya, niscaya ia termasuk salah seorang dari pendusta".


Bahkan zhahirnya kabar (hadits) lebih keras lagi, yang demikian karena beliau telah bersabda: "Barangsiapa yang meriwayatkan dariku satu hadits padahal ia telah menyangka (zhan) bahwa hadits tersebut dusta". Beliau tidak mengatakan bahwa ia telah yakin hadits itu dusta (yakni baru semata-mata zhan saja). Maka setiap orang yang ragu-ragu tentang apa-apa yang ia marfu'kan (sandarkan kepada Nabi Shalallahu alaihi wasalam), shahih atau tidak shahih, masuk ke dalam pembicaraan zhahirnya kabar (hadits) ini". (baca kembali keterangan Nawawi di Masalah ke 2).


Saya (Abdul Hakim bin Amir Abdat) berpandangan : Hadits ini mengandung beberapa hukum dan faedah yang sangat penting diketahui :

  1. Berdasarkan hadits shahih di atas dan hadist-hadits yang telah lalu dalam Masalah ke-2, maka Ulama-Ulama kita telah IJMA' tentang haramnya -termasuk dosa besar- meriwayatkan hadits-hadits maudlu' apabila ia mengetahuinya tanpa disertai dengan bayan/penjelasan tentang kepalsuannya. Ijma Ulama di atas menjadi hujjah atas kesesatan siapa saja yang menyalahinya. (Syarah Nukhbatul Fikr (hal : 84-85). Al-Qaulul Badi' fish-shalati 'Alal Habibisy Syafi'(hal : 259 di akhir kitab oleh Imam As-Sakhawi). Ikhtisar Ibnu Katsir dengan syarah Syaikh Ahmad Syakir (hal : 78 & 81) Qawaa'idut Tahdist (hal : 150 oleh Imam Al-Qaasimiy).
  2. Demikian juga orang yang meriwayatkan hadits yang ia sangka (zhan) saja hadits itu palsu atau ia ragu-ragu tentang kepalsuannya atau shahih dan tidaknya, maka menurut zhahir hadits dan fiqih Imam Ibnu Hibban (dan Ulama-ulama lain) orang tersebut salah satu dari pendusta. Menurut Imam Ath-Thahawiy diantara syarahnya terhadap hadits di atas di kitabnya "Musykilul Atsar" (1/176) : Barangsiapa yang menceritakan (hadits) dari Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam dengan dasar ZHAN (sangkaan), berarti ia telah menceritakan (hadits) dari beliau dengan tanpa haq, dan orang yang menceritakan (hadits) dari beliau dengan cara yang batil, niscaya ia menjadi salah seorang pendusta yang masuk ke dalam sabda Nabi Shalallahu alaihi wasalam :"Barangsiapa yang sengaja berdusta atas (nama)ku, hendaklah ia mengambil tempat tinggalnya di neraka". (baca kembali hadits-hadit tersebut di Masalah ke 2).
  3. Bahwa orang yang menceritakan kabar dusta, termasuk salah satu dari pendusta, meskipun bukan ia yang membuat kabar dusta tersebut (Nabi Shalallahu alaihi wasalam telah menjadikan orang tersebut bersekutu dalam kebohongan karena ia meriwayatkan dan menyebarkannya).
  4. Menunjukkan bahwa tidak ada hujjah kecuali dari hadits-hadits yang telah tsabit (shahih atau hasan) dari Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam.
  5. Wajib menjelaskan hadits-hadist maudlu'/palsu dan membuka aurat (kelemahan) rawi-rawi pendusta dan dlo'if dalam membela dan membersihkan nama Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam. Tentu saja pekerjaan yang berat ini wajib dipikul oleh ulama-ulama ahli hadits sebagai Thaaifah Mansurah.
  6. Demikian juga ada kewajiban bagi mereka (ahli hadits) mengadakan penelitian dan pemeriksaan riwayat-riwayat dan mendudukkan derajad-derajad hadits mana yang sah dan tidak.
  7. Menunjukkan juga bahwa tidak boleh menceritakan hadits dari Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam kecuali orang yang tsiqah dan ahli dalam urusan hadits.
  8. Menunjukkan juga bahwa meriwayatkan hadits atau menyandarkan sesuatu kepada Nabi Shalallahu alaihi wasalam, bukanlah perkara yang "ringan", tetapi sesuatu yang "sangat berat" sebagaimana telah dikatakan oleh seorang sahabat besar yaitu Zaid bin Arqam [Berkata Abdurrahman bin Abi Laila : Kami berkata kepada Zaid bin Arqam : " Ceritakanlah kepada kami (hadits-hadits) dari Rasulullah SAW !. Beliau menjawab : Kami telah tua dan (banyak) lupa, sedangkan menceritakan hadits dari Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam sangatlah berat ". (shahih riwayat Ibnu Majah No. 25 dll)]. Oleh karena itu wajiblah bagi setiap muslim merasa takut kalau-kalau ia termasuk salah seorang pendusta atas nama Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam. Dan hendaklah mereka berhati-hati dalam urusan meriwayatkan hadits dan tidak membawakannya kecuali yang telah tsabit dari Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam menurut pemeriksaan ahli hadits.
  9. Dalam hadits ini (dan hadits yang lain banyak sekali) ada dalil bahwa lafadz "hadits" dan maknanya telah ada ketetapan langsung dari Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam. Sabda beliau :"Barangsiapa yang menceritakan/meriwayatkan dariku satu HADITS....yakni : Segala sesuatu yang disandarkan kepadaku, baik berupa perkataan, perbuatan atau taqrir dan lain-lain, maka inilah yang dinamakan hadits atau sunnah Nabi Shalallahu alaihi wasalam ".
  10. Menunjukan juga bahwa hadits apabila telah tsabit dari Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam, baik hadits mutawatir atau hadits-hadits ahad, menjadi hujjah dalam aqidah dan ahkam (hukum-hukum) dan lain-lain. Demikian aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah, dan tidak ada yang membedakan dan menyalahi kecuali ahlul bid'ah yang dahulu dan sekarang. Adapun ahlul bid'ah yang dahulu mengatakan (menurut persangkaan mereka yang batil) : Tidak ada hujjah dalam aqidah dan ahkam kecuali dengan hadits-hadits mutawatir !?.
    Demikian paham yang sesat dari sekelompok kecil Mu'tazilah dan Khawarij. Sedangkan ahlul bid'ah zaman sekarang mengatakan (menurut persangkaan mereka yang batil) : Untuk ahkam dengan hadits-hadits ahad, sedangkan untuk aqidah tidak diambil dan diyakini kecuali dari hadits-hadits mutawatir.
Kalau ditaqdirkan pada zaman kita sekarang ini tidak ada lagi orang yang memalsukan hadits (walaupun kita tidak menutup kemungkinannya), tetapi tidak sedikit bahkan banyak sekali saudara-saudara kita yang membawakan hadits-hadits yang batil dan palsu. Tersebarlah hadits palsu itu melalui mimbar para khotib, majelis-majelis dan tulisan di kitab-kitab dan majalah-majalah yang tidak sedikit membawa kerusakan bagi kaum muslimin. Innaa lillahi wa inna ilaihi raaji'un !

Mudah-mudahan hadits di atas dan hadits-hadits di Masalah ke 2 dapat memberikan peringatan dan pelajaran bagi kita supaya berhati-hati dalam menyandarkan sesuatu kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wasalamm. Aamiin ..!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar