Selasa, 22 Januari 2013

TAHDZIR ULAMA KIBAR TERHADAP JAMA'AH YANG GEMAR MENGHAJR


Oleh
Syaikh al-Allamah Abdul Muhsin al-Abbad
Asy-Syaikh al-Allamah Bakr Abu Zaed
Bagian Keempat dari Enam Tulisan [4/6]

Asy-Syaikh al-Allamah Bakr Abu Zaed -hafidhahullahu- berkata dalam bukunya Tashnifun Naasi bain adh-Dhanni wal Yaqin hal 40-41, Cet. I, Darul 'Aashimah, 1414 H.

"Dan upaya pemecahbelahan ini di tengah-tengah barisan Ahlus Sunnah, untuk kesekian kalinya sesuai dengan apa yang kita ketahui, ditemukan terjadi pada orang-orang yang berintisab (menyandarkan diri) sebagai Ahlus Sunnah sebagai orang-orang yang menentangnya, mereka menjadikan diri mereka menetapi ahlus sunnah dan menyandarkan bagian dari tujuannya untuk memadamkan 'bara api' ahlus sunnah. Mereka pun berdiri di jalan dakwah sembari melepaskan kendali lisan-lisan mereka dengan mengadakan kedustaan terhadap kehormatan para du'at, dan mereka temukan di jalan ahlus sunnah ini aral rintangan berupa fanatisme yang serampangan. Sekiranya anda melihat mereka! Orang-orang miskin yang memprihatinkan keadaan dan kerusakan yang ada pada mereka.

Mereka gemar 'melompat' dan 'meloncat', dan Allahlah yang lebih tahu tentang apa yang mereka upayakan. Anda akan benar-benar mendapatkan pada diri mereka sikap yang ceroboh dan sembrono dalam lamunan mereka yang melayang.

Mereka 'mengibarkan' perkara ini tanpa kaidah, seandainya anda berbantah-bantahan dengan salah seorang dari mereka, tatkala itu anda akan melihat modal semangatnya yang menggelegak tanpa bashirah. Yang mencapai akal-akal orang yang sederhana ini adalah semangat untuk menolong sunnah dan mempersatukan ummat, namun merekalah orang yang pertama kali akan menghancurkan sunnah dan mengoyak-ngoyak persatuan ummat..."
[Dinukil dan di alih bahasakan oleh Abu Salma bin Burhan dari kutaib Aqwalu wa Fatawa Ulama fi tahdzir 'ala Jama'atil Hajr wat Tabdi']
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Oleh
Asy-Syaikh al-Allamah Sholih Fauzan al-Fauzan
Bagian Kelima dari Enam Tulisan [5/6]

Asy-Syaikh al-Allamah Sholih Fauzan al-Fauzan -hafidhahullahu- berkata saat pengajian tentang Aqidah dan Dakwah (III/69) sebagai berikut :

"Diantara kerusakan-kerusakan perpecahan yang demikian ini adalah mengakibatkan perpecahan di tengah-tengah kaum muslimin, disebabkan disibukkannya mereka satu dengan lainnya dengan mentajrih (mencela) dengan gelar-gelar yang buruk. Tiap-tiap mereka menghendaki memenangkan diri mereka dari yang lainnya dan merekapun menyibukkan kaum muslimin dengan perihal mereka. Yang mana hal ini menjadi melebihi mempelajari ilmu yang bermanfaat. Sesungguhnya banyak dan banyak dari para penuntut ilmu yang bertanya sampai kepada kami bahwa semangat dan kesibukan mereka hanyalah memperbincangkan manusia dan kehormatan mereka, baik di majelis-majelis maupun perkumpulan mereka, sembari menyalahkan ini dan membenarkan itu, memuji ini dan menyatakan itu sesat... Tidaklah mereka ini disibukkan melainkan hanya memperbincangkan manusia.."

Syaikh al-Allamah ditanya saat pengajian tentang Aqidah dan Dakwah (III/57) sebagai berikut :

Pertanyaan.
"Apa pendapat yang mulia tentang merebaknya celaan-celaan baik yang tertulis maupun yang didengar yang merebak di kalangan para ulama?? Tidakkah Anda memandang bahwa duduknya mereka untuk diskusi adalah lebih mulia?? Karena betapa banyak aturan-aturan islam yang rusak karena hal ini!!"

Jawaban.
"Para ulama yang mu'tabar (dikenal keilmuannya) tidak ada pada diri mereka sedikitpun dari apa yang disebutkan dalam pertanyaan. Mungkin hal ini terjadi diantara para penuntut ilmu dan pemuda yang bersemangat, kami memohon hidayah dan taufiq Allah untuk mereka. Kami menyeru mereka untuk meninggalkan perbuatan tercela ini dan supaya mereka saling bersaudara di atas kebajikan dan ketakwaan, serta mengembalikan kepada para ulama terhadap perkara-perkara yang mereka sulit menentukan kebenarannya, dan agar mereka -para ulama- menjelaskan kepada mereka mana yang benar, dan supaya mereka tidak memberikan pengaruh pada fikiran dengan syubuhat sehingga mereka berpaling dari manhaj yang benar. Namun, janganlah difahami dari hal ini, meninggalkan bantahan terhadap kesalahan dan penyimpangan yang terdapat di sebagian buku-buku termasuk bagian nasehat bagi ummat."

Syaikh ditanya pula saat pengajian Aqidah dan Dakwah (III/332) sebagai berikut :

Pertanyaan.
"Syaikh yang mulia, apakah nasehatmu bagi para pemuda yang meninggalkan menuntut ilmu syar'i dan berdakwah kepada Allah dengan menceburkan dirinya ke dalam masalah perselisihan diantara pada ulama tanpa ilmu dan bashirah??

Jawaban.
"Aku nasehatkan kepada seluruh saudara-saudaraku dan khususnya para pemuda penuntut ilmu agar mereka menyibukkan diri dengan menuntut ilmu yang benar, baik di Masjid, sekolah, ma'had maupun di perkuliahan. Agar mereka sibuk dengan pelajaran-pelajaran mereka dan apa-apa yang bermashlahat bagi mereka. Dan supaya mereka meninggalkan menceburkan diri kepada perkara ini -perselisihan ulama-, dikarenakan tidak ada kebaikannya dan tidak bermanfaat masuk ke dalamnya... hanya membuang-buang waktu saja dan merisaukan fikiran...

hal ini termasuk penghalang amal shalih, termasuk mencela kehormatan dan menghasut kaum muslimin. Wajib bagi kaum muslimin umumnya dan para penuntut ilmu khususnya, supaya meninggalkan perkara ini dan agar mereka mengupayakan perdamaian (ishlah) semampu yang mereka bisa. Allah Ta'ala berfirman, 'Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara, maka damaikanlah kedua golongan saudara kalian tersebut, bertakwalah kepada Allah semoga engkau dirahmati." (al-Hujurat : 10). Terhadap orang-orang yang anda lihat melakukan kesalahan, maka wajib bagi anda menasehatinya dan menjelaskan kesalahnnya secara empat mata, dan memohon kepadanya agar ia mau rujuk (kembali) kepada kebenaran. Inilah yang dibutuhkan nasehat.

Syaikh Hafidhahullahu berkata saat pengajian Dhahiratut Tabdi' wat Tafsiq wat takfir wa Dhawabithuha, sebagai berikut :

"Oleh karena itu, wajib bagi para pemuda Islam dan penuntut ilmu untuk mempelajari ilmu yang bermanfaat dari sumbernya dan dari ahlinya yang dikenal akan keilmuannya. Kemudian setelah itu, mereka akan tahu bagaimana berbicara dan bagaimana meletakkan sesuatu pada tempatnya, karena Ahlus Sunnah dulu maupun sekarang mampu menjaga lisannya dan mereka tidaklah berucap melainkan dengan ilmu.."

[Dinukil dan di alih bahasakan oleh Abu Salma bin Burhan dari kutaib Aqwalu wa Fatawa Ulama fi tahdzir 'ala Jama'atil Hajr wat Tabdi']
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Oleh
Syaikh Nashir bin Abdul Karim al-Aql
Bagian Terakhir dari Enam Tulisan [6/6]

Asy-Syaikh Nashir bin Abdul Karim al-Aql -hafidhahullahu- berkata saat pengajian Syarh Mujmal I'tiqod Ahlus Sunnah wal Jama'ah sebagai berikut :

"Orang-orang beriman seluruhnya adalah wali Allah dan bagi seluruh mukmin diberikan wala' (loyalitas) sebatas tingkat keimanannya, demikian pula sebaliknya (diberikan baro'ah (kebencian/berlepas diri) sebatas tingkat kemaksiatannya, pent.).

Orang-orang kafir, seluruhnya adalah wali Syaithan dan tidak ada wala' sedikitpun bagi orang kafir. Akan tetapi, mukmin yang bermaksiat, diberikan baro'ah kepadanya menurut kadar kemaksiatannya, demikian pula para pelaku bid'ah dari kaum muslimin, diberikan baro'ah menurut tingkat kebid'ahannya, dan bagi mereka wala' sebatas keimanannya. Oleh karena itu, sesungguhnya orang kafir tidak terkumpul padanya wala' dan baro' sekaligus.

Seorang mukmin yang kholish (murni) yang berjalan di atas as-Sunnah, baginya wala dan kecintaan yang sempurna. Jika ditemukan padanya kemaksiatan atau kebid'ahan maka terkumpul padanya dua perkara: yaitu kita berwala' terhadap kebaikan dan iman yang dimilikinya dan kita membenci terhadap kemaksiatan dan kebid'ahannya. Dengan demikian, mayoritas kaum mukminin pelaku kemaksiatan dan kebid'ahan yang tidak sampai mengeluarkan dari agama... mayoritas mereka... bahkan seluruhnya dari para pelaku kemaksiatan dan bid'ah yang kecil, bagi mereka kecintaan dan wala' sebatas keimanan dan amal shalih yang ada pada mereka serta baro' dan kebencian sebatas kemaksiatan dan kebid'ahan mereka.

Kaidah ini jarang dipegang oleh kebanyakan orang-orang yang lemah ilmunya dan dangkal pemahaman agamanya serta bodoh dengan manhaj salaf, sampai-sampai sebagian orang yang mengaku sebagai salafiy juga jatuh kepada hal ini, yaitu mereka memusuhi bid'ah dengan permusuhan yang kamil (sempurna), walaupun terkadang bid'ahnya tidak sampai tingkatan mengeluarkan pelakunya dari agama, dan terkadang pula kebid'ahan tersebut hanya sebagian kecil saja tidak menyeluruh pada seseorang. Sebagaimana pula mereka memusuhi kemaksiatan dengan permusuhan sempurna, atau memusuhi suatu penyelewengan dan kesalahan dengan permusuhan yang sempurna.

Sekarang kita perhatikan dampak dari penerapan perilaku ini, yang marak terjadi di tengah-tengah ahlus sunnah, yang menimbulkan keprihatinan dan percekcokan di dalam permasalahan agama, perkara Ijtihadiyah dan seputar dakwah kepada Allah. Kita dapatkan mereka saling berselisih tentang hal ini dan menerapkan kepada musuh dan lawan mereka sesama ahlus sunnah, baro'ah yang sempurna, sampai mereka membenci mereka, memperbolehkan menjelekkan mereka, menyebarkan aib mereka, mereka berniat karena Allah mendakwahi lawan mereka namun mereka menyebarkan aib mereka dan mentahdzir mereka.

Hal ini menyelisihi ushul (pokok) syariat. Iya memang, jika mereka melakukan kesalahan diperingatkan kesalahan-kesalahannya, namun tetap dengan mengakui keutamaan dan kemampuan yang mereka miliki. Ini adalah perkara dharuri (yang wajib dilakukan) atau jika tidak. akan timbul fitnah di tengah-tengah kaum muslimin. Demikian pula seorang yang menyimpang, wajib diberitahukan padanya, bahwa dirimu selaras dengan kebenaran dalam perkara yang memang benar dan dirimu menyelisihi kebenaran dalam perkara yang memang menyelisihi kebenaran. Dan janganlah mengobarkan kebencian di dada-dada kaum muslimin satu dengan lainnya sebagaimana cara yang dilakukan oleh orang-orang bodoh tadi. Bahkan saya katakan, tidak terlarang, di sini aku contohkan sedikit... termasuk tabiat dan adab islami jika anda berselisih dengan salah seorang saudara anda dan anda memandang ia melakukan kesalahan atau kebid'ahan yang cukup besar, anda memberikannya udzur setelah anda tidak mampu lagi memuaskan dirinya (dengan dalil), dan senantiasa berwala' seraya mengatakan 'aku mencintaimu karena Allah terhadap kebaikan dan kelurusan yang anda miliki'... (hal ini) tidak terlarang!!!

saudara-saudaraku yang kucintai karena Allah, hingga sampai-sampai jika ditemukan padanya kesalahan... (maka tidak apa-apa melakukan sebagaimana contoh di di atas, pent.)... yang dengan cara ini akan mendamaikan hati dan menghilangkan kebencian dan kedengkian yang dimiliki kaum mukminin satu dengan lainnya.

Sampai-sampai orang-orang bodoh tadi melupakan baro' kepada orang kafir dan pelaku bid'ah yang berat, dimana mereka palingkan nash-nash tentang baro' kepada saudara-saudara mereka. Aku takut mereka akan ditimpa -jika mereka tidak mau taubat dan kembali kepada kebenaran dan manhaj yang lurus- sebagaimana yang disifatkan nabi kepada salah satu kelompok ahlul bid'ah, 'yang mereka ini memerangi ahlul islam dan membiarkan ahlul awtsan (penyembah berhala)' yang datang dari hadits shahih ketika mensifatkan sebagian kelompok ahlul bid'ah.

Tentu saja, baro' yang kamil (sempurna) merupakan jalan kepada peperangan. Seorang manusia yang baro' kepada saudaranya muslim dengan baro' yang sempurna berimplikasi terhadap penghalalan darahnya. Walaupun tidak terjadi saat ini saat ini, namun wajib bagi kita untuk berhati-hati dari sikap yang dapat mengeruhkan keadaan ini. Kita perlu tahu bahwa ahlus sunnah terkadang berselisih diantara mereka, terkadang ditemukan pada sebagian ahlus sunnah kesalahan pada manhajnya, akan tetapi tanpa maksud/kesengajaan -dikarenakan ijtihad-, terkadang pula ditemukan pada mereka ketergelinciran yang besar, akan tetapi tanpa kesengajaan yang tidak menyebabkan mereka berpecah belah, dan terkadang pula didapatkan pada sebagian ahlus sunnah suatu kebid'ahan, namun tidak banyak dan tidak termasuk bid'ah yang kategori berat.

Namun, tetap wajib bagi kita menyalahkan terhadap kesalahan yang ada pada mereka, namun kita tetap menganggap mereka, mencintai dan berwala' terhadap mereka dari perkara-perkara yang benar jika mereka termasuk ahlus sunnah.

Wallahu a'lam. Semoga Sholawat senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan seluruh sahabat-sahabatnya."

[Dinukil dan di alih bahasakan oleh Abu Salma bin Burhan dari kutaib Aqwalu wa Fatawa Ulama fi tahdzir 'ala Jama'atil Hajr wat Tabdi']
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------







1 komentar:

  1. Ikuti juga:
    https://tulisansulaifi.wordpress.com/2017/10/05/menelusuri-pemikiran-jamaah-tahdzir/
    Barakallah fiikum

    BalasHapus