Senin, 28 Januari 2013

Fenomena Kesombongan


Bismillah


 Sifat sombong merupakan penyakit yang sangat membinasakan, Allah mewanti-wanti para hamba-Nya dari penyakit ini. Allah Ta’ala Berfirman :

“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung”. (Qs, Al Israa :37)

“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri” (QS, An Nissa :36)

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam juga menwanti-wanti umatnya, beliau bersabda :
“Tidak akan masuk syurga orang yang didalam hatinya terdapat sifat sombong walaupun sebesar biji zarah (atom)” (HR. Muslim 2/89 dan At Tirmidzi 3/243)
 
kesombongan dan keangkuhnya merupakan sumber keburukan dan kejahatanya. Kesombongan telah menjadi problem terhadap jutaan manusia yang hidup dimasa lalu, keburukanya juga merampas kesadaraan sifat dasar kebanyakan manusia yang hidup hari ini dan menyeret mereka ke jalan yang sesat.  

Penyebab-penyebab kesombongan

Kekuasaan dan kekayaan
  
Sebuah penelitian terhadap sejarah menyatakan bahwa harta dan kekuasaan merupakan karakter yang lazim bagi orang-orang yang sombong dan congkak. Karena dengan kekuasaan yang mereka genggam dan harta yang melimpah, mereka menolak beriman. Raja Namrud, Fira’un adalah sebagai salah satu contoh karekter kesombongan orang-orang karena kekuasaan, sedangkan Qorun karena hartanya.

Status, Prestise dan kemuliaan
    
Memegang status prestise muncul dari dalam dirinya, merupakan salah satu tipuan hidup di dunia ini. Sungguh sia-sia dan tidak rasional manusia menjadi sombong dan merasa super karena status dan prestise yang didapatkan dalam kehidupan ini.

Pengaruh kesombongan terhadap hati dan jiwa

Hati  berpenyakit dan pikiran terganggu

Orang yang normal menikmati hati yang labil, pikiran yang stabil sangat terbuka dan tulus. Namun orang yang sombong hatinya menderita, pikiranya gelap dan terganggu. Dengan menipu dan dikendalikan oleh kesombongan, dunianya adalah dunia gelisah, suram dan menyusahkan, termakan oleh konsep pemikiran yang berliku-liku. Disebabkan kurangnya sikap positif, mereka sangat temperamen dan mudah terserang penyakit. Jarang terlihat ekspresi bahagia, karena kebahagiaanya hanya dari kata-kata yang dapat memujinya, penghargaan yang membesarkan hatinya terdengar dari mulut orang lain atau dirinya sendiri.

Hatinya selalu merasa khawatir bila berbuat salah

Semua bisikan hati, tindakan dan pemikiranya yang dikelilingi oleh rasa sombong bertujuaan untuk mendapatkan penghargaan dari orang lain dan mengharap dirinya menjadi yang paling hebat. Karena sebab itulah mereka terlalu khawatir untuk melakukan kesalahan. Buat mereka, melakukan kesalahan merupakan bentuk kehinaan.

Selalu merasa dirinya paling benar, paling bersih, tapi Bila ia melakukan kesalahan, maka dirinya akan berusaha untuk melepaskan diri dari tuduhan bersalah. Allah Ta’ala berfirman :

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih?. Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidak aniaya sedikitpun’.(Qs, An Nisa 49)

Orang sombong akan merendahkan orang lain manakala mereka mengetahui kesalahannya, mereka membesar-besarkan kesalahan yang dilakukan orang lain, mengambil semua kesempatan untuk menyoroti hal ini. Meraka tidak memiliki rasa kasihan terhadap siapa saja yang melakukan kesalahan dan merendahkan orang lain, untuk itu tak seorangpun merasa nyaman bila di dekatnya, karena ia senantisa menciptakan atsmofhir negatif. 

Kesombongan gaya baru “Narsisme” (memuja diri)

Epidemic Narsisme adalah bagian dari budaya Barat yang kini mewabah di negeri ini, dari pejabat, artis, pelajar dan sampai orang biasa pun ikut tergoda untuk menojolkan diri mereka, penampilan fisik mereka, pengidolaan atas para selebritis, dan aneka kegiatan mencari perhatian.

Narsisme adalah sebentuk kepercayaan diri yang berlebihan yang akhirnya menjadi kesombongan. Orang yang narsisme bila berhubungan dengan orang lain, ia akan kahilangan empati atau kepekaan tehadap orang lain dan lebih parah lagi dirinya terus menerus dipuja.

Fenomena para selebritis, serta media-media yang mentrsamisikan narsisme, menekan sifat masyarakat terutama dalam hal matrealisme, keunikan diri, perilaku anti sosial, masalah hubungan dengan orang lain, dan lain sebagainya  

Narsisme memang dekat dengan fenomena memoles citra terus-menerus dan menjadikannya semakin lama semakin jauh dari kenyataan yang sesungguhnya. Para artis, pejabat, politisi dan sampai orang biasa pun tampil secara nasrsis. 
Orang sekarang senang dengan yang semu dan tak jemu untuk terus berbohong. Citra mendahului kenyataan, dan yang paling penting adalah apa yang menajadi kulit luar ketimbang apa yang menjadi intisari dalam diri.

Diantara fenomena kesombongan yang lain adalah tidak mau kembali kepada kebenaran dan tidak mau terima kebenaraan tersebut, Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam bersabda :

“Sombong adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain” (HR. Muslim, Syarh Muslim 2/89)

“Dan apabila dikatakan kepadanya: "Bertakwalah kepada Allah", bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam. dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya”.(Qs, Al Baqarah 206)

Setiap manusia diberi fitrah oleh Allah Ta’ala berupa kesuciaan (hati dan jiwa yang lurus). Ia akan mengawali kehidupannya dengan fitrah suci ini. Setelah itu bisa terjadi perubahan yang sangat capat dan drastis tanpa diduga arahnya. Para penyeru kerusakan fitrah ini jumlahnya sangat banyak sehingga tak heran bila seseorang keluar dari kesucian hati dan jiwa yang lurus ini lebih banyak daripada yang istiqomah.

   Keinginan untuk merubah diri (menjadi baik) telah hilang dari kebanyakan orang, sementara “bola api” yang ditendang oleh para penyeru kerusakan itu membakar disana sini. Bila terkena percikanya akan menjadi abu yang siap ditiup angin, sementara hampir tidak ada orang yang tampil membantu dan membela karena orang yang ingin menolong pun tidak lepas pula dari mangsa sang bola api tersebut.

   Disaat kritis inilah setiap manusia sangat membutuhkan wahyu yang akan menyirami, menyejukan dan memelihara diri dan hatinya. Al Qur’an dan Sunnah bagaikan siraman kesejukan atas kegersangan hidup, sebagai tameng dari kerusakan yang terjadi.

   Bila setiap orang sadar dan intropeksi diri, ia akan menemukan ada penyeru di dalam hatinya, yang akan mengajak kepada ridha Allah ataupun kepada murka-Nya. Dan sesungguhnya pada setiap diri manusia ada pendorong yang saling tarik menarik dalam berbuat, itulah hati yang memiliki hak untuk menentukan segala perilaku kita, baik dan buruknya, resiko yang akan diterimanya, atau dampak yang akan terjadi di kemudiaan hari.

Wallahu ‘alam


3 komentar: