Minggu, 27 Januari 2013

Pengertian wafatnya Nabi Isa alaihi Salam


Oleh :
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah

Pertanyaan : 
“(ingatlah), ketika Allah berfirman: "Hai Isa, Sesungguhnya aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu (Wafatmu) dan mengangkat kamu kepada-Ku” (Qs, Al Imran : 55)


Apakah pengertian `wafat' di ayat ini adalah makna sesungguhnya atau tidak?

Jawab :

Para ulama berbeda pendapat mengenai penafsiran kata almutawaffa (dimatikan/ diwafatkan) yang ada dalam ayat ""(Ingatlah), ketika Allah berfirman: "Hai `isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu (mewafatkanmu) dan mengangkat kamu kepada-Ku". Pendapat-pendapat tersebut di antaranya, pertama: Yang dimaksud dengan wafat di situ adalah wafat yang bermakna mati, sebab itulah pengertian yang zahir (tekstual) dari ayat tersebut, jika tidak dibandingkan dengan bukti-bukti terkait yang lain. Dan dikarenakan kata mutawaffa terdapat dalam al­Quran lebih dari sekali, seperti dalam ayat:

"Katakanlah: "Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu..." (QS. as-Sajadah 32:11),

dan dalam ayat: "Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya mem ukul muka dan belakang mereka (dan berkata): "Rasakan olehm u siksa neraka yang membakar" (QS. al-Anfal 8:50).

Di ayat lain, kata waffa juga memiliki pengertiantian `mati'. Atas dasar makna inilah penafsiran ayat tersebut memakai uslub (gaya) taqdim dan ta'khir.

Kedua, dengan makna qabd (berada dalam genggaman). Pendapat ini dinukil Ibnu Jarir dalam kitab tafsirnya dari sekelompok ulama salaf, dan Ibnu Jarir memilih pendapat ini sekaligus mendudukkannya di tingkat prioritas pertama dibanding dengan pendapat-pendapat lain. Dengan demikian, makna ayat tersebut sebagai berikut: Sesungguhnya Akulah yang menggenggammu dari bumi ke alam langit, engkau dalam keadaan hidup kemudian aku mengangkatmu ke sisi-Ku. Dalam ucapan orang-orang Arab juga terdapat makna yang persis dengan makna waffa di ayat tersebut, yaitu: towaffaitu maali min fulan, maksudnya, aku menggenggam (menguasai) seluruh harta kekayaanku dari si Fulan.

Ketiga, maksud wafat di ayat tersebut adalah wafat yang berarti `tidur'. Sebab, kata naum (tidur) dalam bahasa Arab diartikan juga dengan wafat (mati). Maka, seharusnya pemaknaan ayat tersebut yang paling tepat adalah dengan arti tidur dengan alasan beberapa dalil dari ayat, seperti firman Allah swt. yang artinya:

"Dan Dialah yong menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari", dan ayat: "Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka la tahanlah jiwa (orang) yang telah ia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan".

Pendapat yang kedua dan ketiga lebih kuat dari pendapat yang pertama. Kesimpulannya, pendapat yang benar adalah yang didukung dengan dalil-dalil yang jelas, dan dikuatkan dengan fakta, bahwa nabi isa alaihi salam. diangkat ke langit dalam keadaan hidup. Ia belum pernah mati, dan senantiasa dalam keadaan hidup di langit sampai pada suatu saat di kemudian hari ia akan turun ke bumi. 

la menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya sesuai dengan yang diberitakan lewat hadits-­hadits shahih dari Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam. Kemudian, setelah menyelesaikan tugas, nabi Isa alaihi salam akan mati mengikuti takdir yang sudah ditetapkan Allah. Dari keterangan ini dapat dimengerti bahwa penafsiran kata `yatawaffa' dengan makna maut (mati dengan dicabut nyawa) adalah pendapat yang lemah, tidak akurat. Sekiranya diasumsikan pendapat itu benar, sudah barang tentu yang dimaksud itu adalah wafatnya Isa alaihi wasalam di akhir zaman nanti. Dengan demikian, penyebutan kata itu sebelum kejadian pengangkatan termasuk gaya bahasa mendahulukan sesuatu (taqdim) dengan makna diakhrikan (ta'khir). Sebab, sebagaimana diingatkan oleh ulama ahli bahasa Arab, huruf waw (kata sambung) tidak selamanya mengandung pengertian tartib (urutan). Wabillahittaufiq.

Adapun anggapan bahwa nabi Isa alaihi wasalam tewas dibunuh atau tewas disalib, teks ayat al­Quran terang-terangan membatalkan dan menolaknya. Begitu juga dengan pendapat yang mengatakan bahwa nabi Isa alaihi salam tidak diangkat ke langit, tapi hijrah ke Kashmir, ia lama bertahan hidup di sana dan wafat di sana secara normal. Dan ia tidak turun sebelum hari Kiamat, yang akan datang adalah duplikat nabi Isa salam. Pendapat ini benar-­benar pendapat batil, lantang terhadap Allah dan mendustakan ayat-ayat Allah swt. dan hadits Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam.

Nabi Isa alaihi salam. senantiasa hidup sampai sekarang, dan akan turun di kemudian hari seperti diberitakan Rasulullah Shalallahu alihi wasalam. Dari keterangan-keterangan di atas, diharapkan penanya atau pun bukan bisa mengerti bahwa barangsiapa mengklaim nabi Isa alaihi salam tewas terbunuh dan disalib, atau ia mengatakan, bahwa nabi Isa alaihi salam berhijrah ke negeri Kashmir dan ia bertahan hidup di sana cukup lama lalu mati dengan cara yang normal, dan setelah mati pun tidak diangkat ke langit, ini adalah pendapat paling lantang kepada Allah dan ia mendustakan Allah Ta’ala. dan Rasul Shalallahu alaihi wasalam. Kita tahu, barangsiapa yang mendustakan Allah dan Rasul-Nya hukumnya kafir. Diharapkan orang berperdapat demikian agar segera bertaubat dan kembali ke jalan yang benar. Diberi keterangan yang jelas dari Kitab Suci al-Quran dan hadits. Jika ia sudah bertaubat dan kembali ke jalan yang benar ia selamat, dan jika tidak, ia mati dalam kekufuran.

Dalil-dalil yang dapat dijadikan bukti cukup banyak dan mudah diketahui, di antaranya firman Allah tentang nabi Isa alaihi salam di surat an-Nisa' ayat 157-158. "Dan karena ucapan mereka: "Sesungguhnya kami telah membunuh al-Masih, lsa putera Maryam, Rasul Allah", padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat lsa kepada-Nya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Dan antara lain dari hadits-hadits Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam. yang memberitakan turunnya nabi Isa alaihi salam. di akhir zaman menjadi hakim adil. la akan membunuh Dajjal Sang Sesat, kemudian mematahkan palang salib, membunuh babi, meniadakan upeti/pajak, dan tiada satu agama pun yang ia terima kecuali agama Islam. Hadits-hadits tersebut adalah hadits mutawatir dan status keshahihannya akurat berasal dari Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam. Para ulama sependapat menerima berita itu untuk diterima dan diimani karena ada dalil dan mereka sebutkan dalam buku-buku akidah. 


Barangsiapa yang menolak dengan alasan karena haditsnya hadits ahad, juga tidak bisa menolaknya secara penuh, atau mentakwilkan hadits tersebut dengan makna manusia di akhir zaman nanti berpegang kepada akhlak al-Masih alaihi salam, bersikap lembut, penyayang, merangkul orang-orang dengan semangat, tujuan, dan subtansi hukum, bukan dengan teks/ redaksi hukum, pendapat ini jelas-jelas `keliru', batil, menyalahi pendapat mayoritas ulama Islam, bahkan terang-terangan menolak nash yang tsabit (fakta) dan mutawatir, merupakan tindakan kriminal terhadap syariah, lancang terhadap Islam dan nabi yang ma'shum Muhammad shalallahu ‘alahi wasalam, menilai sesuatu dengan hukum prasangka dan hawa nafsu, serta keluar dari kebenaran dan petunjuk. Orang yang berpegang teguh dengan syariat, yang percaya seratus persen kepada nabi yang membawa syariat tersebut, yang mengagungkan hukum serta segala nash ajarannya, orang yang sampai sedemikian rupa tidak mungkin berani mengatakan demikian. 


Pendapat yang mengatakan hadits yang membawa berita turunnya nabi Isa alaihi salam adalah hadits ahad yang tidak bisa dijadikan landasan hukum, adalah pendapat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Pasalnya, hadits-hadits yang memberitakan hal itu cukup banyak, diriwayatkan dalam kitab-kitab hadits shahih, kitab sunan dan kitab musnad para ulama hadits, dengan thariqul hadits serta sanad yang bervariasi, mencukupi kriteria mutawatir. Lalu, bagaimana mungkin orang yang berpengetahuan rendah tentang syariah mengatakan tidak menerima dan tidak mau berpegang dengan hadits­-hadits itu? Sekiranya pun kita asumsikan, bahwa hadits itu adalah hadits ahad, tidak semua hadits ahad yang tidak layak dijadikan landasan hukum. Yang paling tepat, sesuai dengan metode ulama hadits dan ahli hahqiq hadits, bahwa hadits ahad, jika thariq haditsnya banyak, sanadnya lurus dan tidak cacat, sah dijadikan landasan hukum. Dengan metode ini, hadits-hadits tentang berita turunnya nabi Isa adalah hadits yang status keshahihannya sudah lulus kriteria, sanad dan riwayatnya juga bervariasi. Tiada ahsan yang tepat untuk menolak hadits-hadits tersebut, ia sah dijadikan dalil, baik itu dinamakan hadits ahaad ataupun hadits mutawatir. Dengan demikian, penanya atau siapa saja diharapkan mengerti kekeliruan syubhat dan penyelewengan pendapat tersebut dari jalan yang benar. Tindakan yang paling parah dan kelantangan paling dahsyat terhadap Allah Ta’ala. dan Rasul-Nya Shalallahu alaihi wasalam. adalah pendapat yang mentakwilkan hadits tersebut ke pengertian yang tiada sangkut pautnya dengan dalil hadits. 

Pelaku ini telah menggabungkan dua kesalahan, yaitu pendustaan atas nash dan ketidak percayaannya akan berita yang disebutkan hadits tentang turunnya nabi Isa alaihi salam, tentang nabi Isa alaihi salam akan menjadi hakim adil untuk sekalian umat manusia, tentang nabi Isa membunuh Dajjal dan sebagainya. Secara tidak langsung, pelaku tersebut telah mengidentikkan Rasulullah shalallahu alaihi wasalam. selaku orang paling tahu soal syariat Allah, menjadi orang yang mencampur-adukkan hukum serta orang yang tidak sesuai antara ucapan dan maksud tujuannya, padahal redaksi ucapannya cukup jelas. Ini adalah puncak pendustaan, pengelabuan serta penggelapan terhadap umat yang seharusnya tidak masuk dalam kriteria seorang rasul. Orang yang suka mentakwilkan ini persis seperti pemeluk paham atheis yang menisbahkan para nabi dan rasul sebagai fantasi demi kepentingan mayoritas manusia dan menurut mereka, yang dipetik dari ucapan para nabi bukanlah redaksi yang sesungguhnya. Paham ini telah ditangkis oleh ahlul ilmi wal iman, mereka telah mencoret paham tersebut dengan pena fakta dan bukti-bukti akurat. 


Kita berdoa, semoga kita terlindungi dari penyakit hati, terhindar dari kerancuan, dari fitnah-fitnah yang menyesatkan, dari godaan syeitan. Dan kita memohon kepada Allah semoga kita terbebas dari ketundukan terhadap hawa nafsu dan syeitan. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tiada kekuatan yang dapat menyefamatkan kita kecuali kekuatan Alfah yang Maha Agung dan Maha Perkasa. Kami berharap, keterangan-keterangan yang kami berikan dapat memuaskan penanya dan dapat memperjelas jalan yang benar.


 Alhamdulillahirabbil'alamin.


(Sumber : Syaikh Abdul Aziz bin Baz -rahimahullah-, dalam bukunya Majmu' AI Fatawa, bab: Tauhid dan hal-hal yang berkenan dengannya (1/ 433))

Tidak ada komentar:

Posting Komentar