Oleh :
Syaikh
Abdul Aziz bin Baz rahimahullah
Pertanyaan :
“(ingatlah),
ketika Allah berfirman: "Hai Isa, Sesungguhnya aku akan menyampaikan kamu
kepada akhir ajalmu (Wafatmu) dan mengangkat kamu kepada-Ku” (Qs, Al Imran : 55)
Apakah
pengertian `wafat' di ayat ini adalah makna sesungguhnya atau tidak?
Jawab :
Para ulama
berbeda pendapat mengenai penafsiran kata almutawaffa (dimatikan/ diwafatkan)
yang ada dalam ayat ""(Ingatlah), ketika Allah berfirman:
"Hai `isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu
(mewafatkanmu) dan mengangkat kamu kepada-Ku". Pendapat-pendapat
tersebut di antaranya, pertama: Yang dimaksud dengan wafat di situ adalah wafat
yang bermakna mati, sebab itulah pengertian yang zahir (tekstual) dari ayat
tersebut, jika tidak dibandingkan dengan bukti-bukti terkait yang lain. Dan
dikarenakan kata mutawaffa terdapat dalam alQuran lebih dari sekali, seperti
dalam ayat:
"Katakanlah:
"Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan
mematikan kamu..." (QS. as-Sajadah 32:11),
dan dalam
ayat: "Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut jiwa
orang-orang yang kafir seraya mem ukul muka dan belakang mereka (dan
berkata): "Rasakan olehm u siksa neraka yang membakar" (QS.
al-Anfal 8:50).
Di ayat
lain, kata waffa juga memiliki pengertiantian
`mati'. Atas dasar makna inilah penafsiran ayat tersebut memakai uslub (gaya)
taqdim dan ta'khir.
Kedua, dengan
makna qabd (berada dalam genggaman). Pendapat ini dinukil Ibnu Jarir
dalam kitab tafsirnya dari sekelompok ulama salaf, dan Ibnu Jarir memilih
pendapat ini sekaligus mendudukkannya di tingkat prioritas pertama dibanding
dengan pendapat-pendapat lain. Dengan demikian, makna ayat tersebut sebagai
berikut: Sesungguhnya Akulah yang menggenggammu dari bumi ke alam langit,
engkau dalam keadaan hidup kemudian aku mengangkatmu ke sisi-Ku. Dalam ucapan
orang-orang Arab juga terdapat makna yang persis dengan makna waffa di
ayat tersebut, yaitu: towaffaitu maali min fulan, maksudnya, aku
menggenggam (menguasai) seluruh harta kekayaanku dari si Fulan.
Ketiga,
maksud wafat di ayat tersebut adalah wafat yang berarti `tidur'. Sebab, kata naum
(tidur) dalam bahasa Arab diartikan juga dengan wafat (mati). Maka,
seharusnya pemaknaan ayat tersebut yang paling tepat adalah dengan arti tidur
dengan alasan beberapa dalil dari ayat, seperti firman Allah swt. yang artinya:
"Dan Dialah
yong menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa
yang kamu kerjakan di siang hari", dan ayat: "Allah
memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum
mati di waktu tidurnya; maka la tahanlah jiwa (orang) yang telah ia tetapkan
kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang
ditentukan".
Pendapat
yang kedua dan ketiga lebih kuat dari pendapat yang pertama. Kesimpulannya,
pendapat yang benar adalah yang didukung dengan dalil-dalil yang jelas, dan
dikuatkan dengan fakta, bahwa nabi isa alaihi salam. diangkat ke langit dalam keadaan
hidup. Ia belum pernah mati, dan senantiasa dalam keadaan hidup di langit
sampai pada suatu saat di kemudian hari ia akan turun ke bumi.
la menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya sesuai dengan yang diberitakan lewat hadits-hadits shahih dari Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam. Kemudian, setelah menyelesaikan tugas, nabi Isa alaihi salam akan mati mengikuti takdir yang sudah ditetapkan Allah. Dari keterangan ini dapat dimengerti bahwa penafsiran kata `yatawaffa' dengan makna maut (mati dengan dicabut nyawa) adalah pendapat yang lemah, tidak akurat. Sekiranya diasumsikan pendapat itu benar, sudah barang tentu yang dimaksud itu adalah wafatnya Isa alaihi wasalam di akhir zaman nanti. Dengan demikian, penyebutan kata itu sebelum kejadian pengangkatan termasuk gaya bahasa mendahulukan sesuatu (taqdim) dengan makna diakhrikan (ta'khir). Sebab, sebagaimana diingatkan oleh ulama ahli bahasa Arab, huruf waw (kata sambung) tidak selamanya mengandung pengertian tartib (urutan). Wabillahittaufiq.
la menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya sesuai dengan yang diberitakan lewat hadits-hadits shahih dari Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam. Kemudian, setelah menyelesaikan tugas, nabi Isa alaihi salam akan mati mengikuti takdir yang sudah ditetapkan Allah. Dari keterangan ini dapat dimengerti bahwa penafsiran kata `yatawaffa' dengan makna maut (mati dengan dicabut nyawa) adalah pendapat yang lemah, tidak akurat. Sekiranya diasumsikan pendapat itu benar, sudah barang tentu yang dimaksud itu adalah wafatnya Isa alaihi wasalam di akhir zaman nanti. Dengan demikian, penyebutan kata itu sebelum kejadian pengangkatan termasuk gaya bahasa mendahulukan sesuatu (taqdim) dengan makna diakhrikan (ta'khir). Sebab, sebagaimana diingatkan oleh ulama ahli bahasa Arab, huruf waw (kata sambung) tidak selamanya mengandung pengertian tartib (urutan). Wabillahittaufiq.
Adapun
anggapan bahwa nabi Isa alaihi wasalam tewas dibunuh atau tewas disalib, teks
ayat alQuran terang-terangan membatalkan dan menolaknya. Begitu juga dengan
pendapat yang mengatakan bahwa nabi Isa alaihi salam tidak diangkat ke langit,
tapi hijrah ke Kashmir, ia lama bertahan hidup di sana dan wafat di sana secara
normal. Dan ia tidak turun sebelum hari Kiamat, yang akan datang adalah
duplikat nabi Isa salam. Pendapat ini benar-benar pendapat batil, lantang
terhadap Allah dan mendustakan ayat-ayat Allah swt. dan hadits Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wasalam.
Nabi Isa
alaihi salam. senantiasa hidup sampai sekarang, dan akan turun di kemudian hari
seperti diberitakan Rasulullah Shalallahu alihi wasalam. Dari
keterangan-keterangan di atas, diharapkan penanya atau pun bukan bisa mengerti
bahwa barangsiapa mengklaim nabi Isa alaihi salam tewas terbunuh dan disalib,
atau ia mengatakan, bahwa nabi Isa alaihi salam berhijrah ke negeri Kashmir dan
ia bertahan hidup di sana cukup lama lalu mati dengan cara yang normal, dan
setelah mati pun tidak diangkat ke langit, ini adalah pendapat paling lantang
kepada Allah dan ia mendustakan Allah Ta’ala. dan Rasul Shalallahu alaihi wasalam.
Kita tahu, barangsiapa yang mendustakan Allah dan Rasul-Nya hukumnya kafir.
Diharapkan orang berperdapat demikian agar segera bertaubat dan kembali ke
jalan yang benar. Diberi keterangan yang jelas dari Kitab Suci al-Quran dan
hadits. Jika ia sudah bertaubat dan kembali ke jalan yang benar ia selamat, dan
jika tidak, ia mati dalam kekufuran.
Dalil-dalil
yang dapat dijadikan bukti cukup banyak dan mudah diketahui, di antaranya firman
Allah tentang nabi Isa alaihi salam di surat an-Nisa' ayat 157-158. "Dan
karena ucapan mereka: "Sesungguhnya kami telah membunuh al-Masih,
lsa putera Maryam, Rasul Allah", padahal mereka tidak membunuhnya dan
tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang
yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih
paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang
yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh
itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin
bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa. Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah
mengangkat lsa kepada-Nya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Dan antara lain dari hadits-hadits
Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam. yang memberitakan turunnya nabi Isa
alaihi salam. di akhir zaman menjadi hakim adil. la akan membunuh Dajjal Sang
Sesat, kemudian mematahkan palang salib, membunuh babi, meniadakan upeti/pajak,
dan tiada satu agama pun yang ia terima kecuali agama Islam. Hadits-hadits
tersebut adalah hadits mutawatir dan status keshahihannya akurat berasal dari
Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam. Para ulama sependapat menerima berita itu
untuk diterima dan diimani karena ada dalil dan mereka sebutkan dalam buku-buku
akidah.
Barangsiapa yang menolak dengan
alasan karena haditsnya hadits ahad, juga tidak bisa menolaknya secara penuh,
atau mentakwilkan hadits tersebut dengan makna manusia di akhir zaman nanti
berpegang kepada akhlak al-Masih alaihi salam, bersikap lembut, penyayang,
merangkul orang-orang dengan semangat, tujuan, dan subtansi hukum, bukan dengan
teks/ redaksi hukum, pendapat ini jelas-jelas `keliru', batil, menyalahi
pendapat mayoritas ulama Islam, bahkan terang-terangan menolak nash yang tsabit
(fakta) dan mutawatir, merupakan tindakan kriminal terhadap syariah,
lancang terhadap Islam dan nabi yang ma'shum Muhammad shalallahu ‘alahi wasalam,
menilai sesuatu dengan hukum prasangka dan hawa nafsu, serta keluar dari
kebenaran dan petunjuk. Orang yang berpegang teguh dengan syariat, yang percaya
seratus persen kepada nabi yang membawa syariat tersebut, yang mengagungkan
hukum serta segala nash ajarannya, orang yang sampai sedemikian rupa tidak
mungkin berani mengatakan demikian.
Pendapat yang mengatakan hadits
yang membawa berita turunnya nabi Isa alaihi salam adalah hadits ahad yang
tidak bisa dijadikan landasan hukum, adalah pendapat yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Pasalnya, hadits-hadits yang memberitakan hal itu cukup
banyak, diriwayatkan dalam kitab-kitab hadits shahih, kitab sunan dan kitab
musnad para ulama hadits, dengan thariqul hadits serta sanad yang
bervariasi, mencukupi kriteria mutawatir. Lalu, bagaimana mungkin orang
yang berpengetahuan rendah tentang syariah mengatakan tidak menerima dan tidak
mau berpegang dengan hadits-hadits itu? Sekiranya pun kita asumsikan, bahwa
hadits itu adalah hadits ahad, tidak semua hadits ahad yang tidak
layak dijadikan landasan hukum. Yang paling tepat, sesuai dengan metode ulama
hadits dan ahli hahqiq hadits, bahwa hadits ahad, jika thariq haditsnya banyak,
sanadnya lurus dan tidak cacat, sah dijadikan landasan hukum. Dengan metode
ini, hadits-hadits tentang berita turunnya nabi Isa adalah hadits yang status
keshahihannya sudah lulus kriteria, sanad dan riwayatnya juga bervariasi. Tiada
ahsan yang tepat untuk menolak hadits-hadits tersebut, ia sah dijadikan dalil,
baik itu dinamakan hadits ahaad ataupun hadits mutawatir. Dengan
demikian, penanya atau siapa saja diharapkan mengerti kekeliruan syubhat dan
penyelewengan pendapat tersebut dari jalan yang benar. Tindakan yang paling
parah dan kelantangan paling dahsyat terhadap Allah Ta’ala. dan Rasul-Nya
Shalallahu alaihi wasalam. adalah pendapat yang mentakwilkan hadits tersebut ke
pengertian yang tiada sangkut pautnya dengan dalil hadits.
Pelaku ini telah menggabungkan dua
kesalahan, yaitu pendustaan atas nash dan ketidak percayaannya akan berita yang
disebutkan hadits tentang turunnya nabi Isa alaihi salam, tentang nabi Isa alaihi
salam akan menjadi hakim adil untuk sekalian umat manusia, tentang nabi Isa
membunuh Dajjal dan sebagainya. Secara tidak langsung, pelaku tersebut telah
mengidentikkan Rasulullah shalallahu alaihi wasalam. selaku orang paling tahu
soal syariat Allah, menjadi orang yang mencampur-adukkan hukum serta orang yang
tidak sesuai antara ucapan dan maksud tujuannya, padahal redaksi ucapannya
cukup jelas. Ini adalah puncak pendustaan, pengelabuan serta penggelapan
terhadap umat yang seharusnya tidak masuk dalam kriteria seorang rasul. Orang
yang suka mentakwilkan ini persis seperti pemeluk paham atheis yang menisbahkan
para nabi dan rasul sebagai fantasi demi kepentingan mayoritas manusia dan
menurut mereka, yang dipetik dari ucapan para nabi bukanlah redaksi yang
sesungguhnya. Paham ini telah ditangkis oleh ahlul ilmi wal iman, mereka
telah mencoret paham tersebut dengan pena fakta dan bukti-bukti akurat.
Kita berdoa, semoga kita
terlindungi dari penyakit hati, terhindar dari kerancuan, dari fitnah-fitnah
yang menyesatkan, dari godaan syeitan. Dan kita memohon kepada Allah semoga
kita terbebas dari ketundukan terhadap hawa nafsu dan syeitan. Sesungguhnya
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tiada kekuatan yang dapat menyefamatkan
kita kecuali kekuatan Alfah yang Maha Agung dan Maha Perkasa. Kami berharap,
keterangan-keterangan yang kami berikan dapat memuaskan penanya dan dapat
memperjelas jalan yang benar.
Alhamdulillahirabbil'alamin.
(Sumber : Syaikh Abdul Aziz bin Baz -rahimahullah-, dalam
bukunya Majmu' AI Fatawa, bab: Tauhid dan hal-hal yang berkenan dengannya (1/
433))
Tidak ada komentar:
Posting Komentar