Bismillaah..
Keumuman Lafazh Sunnah
Syariat yang
sempurna ini merupakan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam dengan makna
yang umum, karena sunnah memiliki empat keumuman makna, yaitu :
Pertama : Segala
apa yang ada di dalam al-Kitab dan as- Sunnah adalah sunnah beliau Shallallahu ‘alaihi
wa Salam. Sunnah di sini berarti jalan/metoda yang nabi Shallallahu ‘alaihi wa
Salam berada di atasnya. Diantara yang bermakna seperti ini adalah sabda beliau
Shallallahu ‘alaihi wa Salam :
“Barangsiapa yang benci dengan sunnahku maka
bukanlah termasuk golonganku.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari (5063) dan Muslim
(1401).
Kedua : Sunnah
yang bermakna hadits apabila digandengkan dengan al-Kitab. Seperti sabda Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa Salam:
“Wahai manusia, sesungguhnya aku telah
meninggalkan kepada kalian yang apabila sekiranya kalian berpegang dengannya niscaya
kalian tidak akan tersesat untuk selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah
Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Salam.”
Dan sabda Nabi :
“Sesungguhnya aku telah meninggalkan kepada
kalian dua hal yang kalian tidak akan tersesat setelahnya : Kitabullah dan Sunnahku.”
Keduanya diriwayatkan oleh al-Hakim di dalam Mustadrak-nya (1/93).
Juga termasuk
sunnah yang bermakna ini adalah perkataan sebagian ulama ketika menyebutkan
beberapa masalah : “Ini adalah masalah yang telah ditunjukkan oleh al-Kitab, as-Sunnah
dan al-Ijma’”. Ketiga : Sunnah yang bermakna lawan dari bid’ah. Diantaranya adalah
sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam di dalam hadits al-‘Irbadh bin Sariyah
:
“Maka
sesungguhnya, siapa saja diantara kalian yang masih hidup sepeninggalku nanti,
maka ia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib atas kalian berpegang
dengan sunnahku dan sunnah al-Khulafa` al-Mahdiyyin arRasyidin (para khalifah
yang terbimbing dan lurus), genggamlah sunnah tersebut dengan erat dan gigitlah
dengan gigi geraham kalian. Berhati-hatilah kalian dari perkara yang
diada-adakan (di dalam agama), karena setiap perkara yang diada-adakan (di
dalam agama) itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu pasti sesat.” Diriwayatkan
oleh at-Turmudzi (2676) dan Ibnu Majah (43-44). At-Turmudzi mengatakan : “hadits
hasan shahih”.
Diantaranya pula
adalah penamaan para ulama ahli hadits terdahulu kitab-kitab mereka di dalam
masalah aqidah dengan nama “as-Sunnah”, seperti “as-Sunnah” karya Muhammad bin Nashr
al-Marwazi (al-Marruzi), “as-Sunnah” karya Abi ‘Ashim, “as-Sunnah” karya
al-Lalika`i dan selain mereka. Juga di dalam Sunan Abu Dawud terdapat Kitabus
Sunnah yang isinya tentang hadits-hadits berkenaan dengan masalah aqidah yang
banyak. Keempat : As-Sunnah yang bermakna mandub (dianjurkan) dan mustahab
(disukai), yaitu perintah yang datang dengan cara istihbab (penganjuran) bukan
dengan cara ijab (pewajiban), dan penggunaan seperti ini banyak digunakan ahli fikih.
Diantara contohnya adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam :
“Sekiranya tidak
memberatkan bagi umatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap
hendak sholat.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari (887) dan Muslim (252). Sesungguhnya
perintah untuk bersiwak jatuh kepada hokum dianjurkan saja (istihbab) dan hukum
wajib dalam perintah ini ditinggalkan dengan sebab kekhawatiran akan
memberatkan.
(Sumber : Ikuti
Sunnah dan Jauhi Bid’ah, Al-‘Allamah
Syaikh ‘Abdul Muhsin Al-‘Abbad, hal 49-52)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar