Sabtu, 12 Januari 2013

Keumuman Lafazh Sunnah


Bismillaah..

Keumuman Lafazh Sunnah


Syariat yang sempurna ini merupakan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam dengan makna yang umum, karena sunnah memiliki empat keumuman makna, yaitu :


Pertama : Segala apa yang ada di dalam al-Kitab dan as- Sunnah adalah sunnah beliau Shallallahu ‘alaihi wa Salam. Sunnah di sini berarti jalan/metoda yang nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam berada di atasnya. Diantara yang bermakna seperti ini adalah sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa Salam :

 “Barangsiapa yang benci dengan sunnahku maka bukanlah termasuk golonganku.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari (5063) dan Muslim (1401).

Kedua : Sunnah yang bermakna hadits apabila digandengkan dengan al-Kitab. Seperti sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam:

 “Wahai manusia, sesungguhnya aku telah meninggalkan kepada kalian yang apabila sekiranya kalian berpegang dengannya niscaya kalian tidak akan tersesat untuk selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Salam.”

Dan sabda Nabi :

 “Sesungguhnya aku telah meninggalkan kepada kalian dua hal yang kalian tidak akan tersesat setelahnya : Kitabullah dan Sunnahku.” Keduanya diriwayatkan oleh al-Hakim di dalam Mustadrak-nya (1/93).

Juga termasuk sunnah yang bermakna ini adalah perkataan sebagian ulama ketika menyebutkan beberapa masalah : “Ini adalah masalah yang telah ditunjukkan oleh al-Kitab, as-Sunnah dan al-Ijma’”. Ketiga : Sunnah yang bermakna lawan dari bid’ah. Diantaranya adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam di dalam hadits al-‘Irbadh bin Sariyah :

“Maka sesungguhnya, siapa saja diantara kalian yang masih hidup sepeninggalku nanti, maka ia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib atas kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah al-Khulafa` al-Mahdiyyin arRasyidin (para khalifah yang terbimbing dan lurus), genggamlah sunnah tersebut dengan erat dan gigitlah dengan gigi geraham kalian. Berhati-hatilah kalian dari perkara yang diada-adakan (di dalam agama), karena setiap perkara yang diada-adakan (di dalam agama) itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu pasti sesat.” Diriwayatkan oleh at-Turmudzi (2676) dan Ibnu Majah (43-44). At-Turmudzi mengatakan : “hadits hasan shahih”.


Diantaranya pula adalah penamaan para ulama ahli hadits terdahulu kitab-kitab mereka di dalam masalah aqidah dengan nama “as-Sunnah”, seperti “as-Sunnah” karya Muhammad bin Nashr al-Marwazi (al-Marruzi), “as-Sunnah” karya Abi ‘Ashim, “as-Sunnah” karya al-Lalika`i dan selain mereka. Juga di dalam Sunan Abu Dawud terdapat Kitabus Sunnah yang isinya tentang hadits-hadits berkenaan dengan masalah aqidah yang banyak. Keempat : As-Sunnah yang bermakna mandub (dianjurkan) dan mustahab (disukai), yaitu perintah yang datang dengan cara istihbab (penganjuran) bukan dengan cara ijab (pewajiban), dan penggunaan seperti ini banyak digunakan ahli fikih. Diantara contohnya adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam :

“Sekiranya tidak memberatkan bagi umatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap hendak sholat.” Diriwayatkan oleh al-Bukhari (887) dan Muslim (252). Sesungguhnya perintah untuk bersiwak jatuh kepada hokum dianjurkan saja (istihbab) dan hukum wajib dalam perintah ini ditinggalkan dengan sebab kekhawatiran akan memberatkan.

 (Sumber : Ikuti Sunnah dan Jauhi Bid’ah, Al-‘Allamah Syaikh ‘Abdul Muhsin Al-‘Abbad, hal  49-52)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar