Jumat, 04 Januari 2013

Tafsir Surat Al A’raaf ayat 175


Bismillaah….

Tafsir Surat Al A’raaf ayat 175

“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian Dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu Dia diikuti oleh syaitan (sampai Dia tergoda), Maka jadilah Dia Termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, Sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi Dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya Dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir” (Qs, Al A’raaf : 175-176)

Tafsir Ayat dalam Tafsir Ibnu Katsir.

Dia adalah seorang lelaki dari kalangan Bani Israil, dikenal dengan nama Bal’am bin Ba’ura. Al Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhu bahwa dia adalah seorang lelaki dari kalangan penduduk Yaman, dikenal dengan nama Bal’am bin Baura, ia dianugerahi pengetahuan tentang isi al Kitab, tetapi ia meninggalkannya.

Malik Ibnu Dinar mengatakan bahwa orang itu adalah salah seorang Ulama Bani Israil, terkenal sebagai orang yang mustajab doanya; mereka datang kepadanya di saat-saat kesulitan. Kemudian Nabi Musa alaihi salam mengutusnya ke raja negeri Madyan untuk menyerukan agar menyambah Allah. Tetapi Raja Madyan memberinya sebagian dari wilayah kekuasanya dan memberinya banyak hadiah. Akhirnya ia mengikuti agama raja dan meninggalkan agama Nabi Musa alaihi salam.

As Saddi mengatakan dia adalah seorang lelaki dari kalangan Bani Israil yang dikenal dengan nama Bal’am berangkat dan menemui orang-orang yang gagah perkasa. Dia adalah yang mengetahui tentang Ismul A’zam yang rahasia (apabila dibaca, maka semua permitaanya dikabulkan seketika). Tetapi dia telah murtad dan berkata kepada orang-orang yang gagah perkasa, “Janganlah kalian takut kepada Bani Israil, karena sesungguhnya jika kalian berangkat memerangi mereka, maka saya akan mendo’akan untuk kehancuran mereka, dan akhirnya mereka pasti hancur.”

Dalam Tafsir Syaikh Ash Shabuny :

(ayat ini) berkenan dengan seorang Ulama Bani Israil yang bernama Bal’am bin Baura, yang di anugerahkan ilmu dan dimuliakan dengan pengetahuan tentang Dzat Allah yang Agung. Apabila di Undang, ia pasti datang. Apabila diminta, ia member. Tapi orang ini tidak mengambil manfaat dari ilmu yang dimilkinya, bahkan ilmunya itu menjadi kecelakan dan kesialan baginya, sebab ia menjual agama dengan ketamakan untuk mendapatkan dunia.

Menurut Ibnu Mas’ud  dia adalah seseorang dari Bani Israil yang diutus oleh Nabi Musa alaihi salam untuk mendatangi raja Madyan yang bertujuan menyerunya kepada Allah. Setelah saling berhadapan, Raja Madyan menawarinya sejumlah harta dan dia akan diberi kedudukan di sisinya, asalakan ia mau meninggalkan agama Musa. Maka dia menerima tawaran raja itu hingga dia menjadi sesat.
Menarik untuk merenungkan ayat Al-Quran tersebut. Ayat 175 surat al-A’raf ini menceritakan tentang orang-orang yang telah didatangkan ayat-ayat Allah kepada mereka, tetapi dia kemudian melepaskan diri dari ayat-ayat itu.

Tafsir Al-Azhar

Dalam Tafsir Al-Azhar, Prof. Dr. Hamka menjelaskan, bahwa orang-orang ini sudah terhitung pakar atau ahli dalam mengenal ayat-ayat Allah. Tetapi, rupanya, semata-mata mengenal ayat Allah saja, kalau tidak pandai mengendalikan hawa nafsu, maka pengetahuannya tentang ayat-ayat Allah itu satu waktu bisa tidak memberi faedah apa-apa, bahkan dia terlepas dari ayat-ayat itu. Ayat-ayat itu tanggal atau copot dari dirinya. 

Dalam ayat ini, kata digunakan lafazh ‘insalakha’, arti asalnya ialah ‘menyilih’ (ganti kulit. Bahasa Jawa: mlungsungi untuk ular). Atau, ketika orang menyembelih kambing, maka dia kuliti dan dia tanggalkan kulit kambing, sehingga tinggal badannya saja. Ini juga disebut ‘insalakha’.

Masih tulis Hamka dalam tafsirnya: “Nabi disuruh menceritakan keadaan orang yang telah mengerti ayat-ayat Allah, fasih menyebut, tahu hukum halal dan hukum haram, tahu fiqih dan tahu tafsir, tetapi agama itu tidak ada dalam dirinya lagi. Allahu Akbar! Sebab akhlaknya telah rusak.” 

“Maka syaitanpun menjadikan dia pengikutnya, lalu jadilah dia daripada orang-orang yang tersesat.”
Kata Buya Hamka, rupanya karena hawa nafsu, maka ayat-ayat yang telah diketahui itu tidak lagi membawa terang ke dalam jiwanya, melainkan membuat jadi gelap.

Akhirnya dia pun menjadi anak buah pengikut syaitan, sehingga ayat-ayat yang dia kenal dan dia hafal itu bisa disalahgunakan. Dia pun bertambah lama bertambah sesat. 

Seumpama ada seorang yang lama berdiam di Makkah dan telah disangka alim besar, tetapi karena disesatkan oleh syaitan, dia menjadi seorang pemabuk, dan tidak pernah bersembahyang lagi. 

“Maka, karena dia telah sesat, dipakainyalah ayat Al-Quran yang dia hafal itu untuk mempertahankan kesesatannya, dengan jalan yang salah. Dia masih hafal ayat-ayat dan hadits itu, tetapi ayat dan hadits sudah lama copot dari jiwanya, dan dia tinggal dalam keadaan telanjang. Na’udzubillah min dzalik,” demikian tulis Hamka dalam tafsir terkenalnya. 

Tamsil Al-Quran tentang ayat ini untuk orang-orang yang membuang kebenaran dan mengikuti kebatilan ini sangat penting untuk kita renungkan, mengingat kita melihat satu fenomena aneh di Indonesia, banyaknya orang-orang yang dulunya belajar agama di institusi-institusi pendidikan Islam, mengerti ayat-ayat Allah, tetapi akhirnya justru menjadi garda terdepan dalam melawan dan melecehkan ayat-ayat Allah sendiri.
Ini tidak bisa disalahkan pada lembaga pendidikannya begitu saja, tetapi perlu ditanyakan, mengapa ada manusia yang menjual kebenaran, membuang kebenaran yang telah diketahuinya, dan kemudian memilih menjadi seekor binatang sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran. 

Jika kita sudah memahami ayat-ayat Allah Ta’ala, seyogyanya kita berusaha memahami dan mengamalkannya.


Dan sebagai orang yang berakal sehat, kita tentu sangat khawatir jika diri kita sampai masuk kategori ‘binatang yang disebutkan dalam Al Quran’. Mudah-mudahan kita tidak termasuk orang yang bangga menduduki posisi 'ini'. Na'udzubillah min dzalika.

“Subhaanallaahi wabihamdihi astagh­firullaaha wa atuubu ilaih” 

(Refernsi : Tafsir Syaikh Ash Shabuny Jiilid II dan Tafsir Ibnu Katsir  Juz 10)  



Tidak ada komentar:

Posting Komentar