Senin, 07 Januari 2013

Cinta, Unsur inti dalam Ibadah



Bismillaah
Cinta, Unsur inti dalam Ibadah


Unsur inti dalam ibadah adalah kecintaan yang disertai dengan ketundukan dan kerendahan diri kepada yang dicintai. Barangsiapa yang mencitai sesuatu dan disertai dengan ketundukan, maka hatinya beribadah kepadanya bahkan ibadah adalah tahapan akhir dari kecintaan. Tingkat kecitaan yang pertama adalah hubungan antara yang mencitai dengan yang dicintai. Tingkat kedua adalah shababah, yaitu tercurahnya hati kepada yang dicintai. Tingkat selanjutnya adalah gharam, yaitu keterpautan hati atau kelekatan hati kepada yang dicintai secara berkesinambungan sehingga tidak terlepas (kekal). Allah berfirman tentang hal ini :


….”sesungguhnya Azab-Nya itu adalah kebinasaan yang kekal (ﻏﺮﺍﻣﺍ.)” (Qs, Al Furqon : 65)

Tingkat selanjutnya adalah insyq, yaitu pergi menuju kepada orang yang dicintai dengan kecintaan yang berlebihan. Karena itulah Allah tidak disifati dengan sifat ini. Tingkat selanjutnya adalah syauq, yaitu kedamaian hati kepada yang dicintai atau orang yang dicintai tertulis dalam hati dalam bentuk kerinduan.


Tingkat ini digunakan kepada Allah, sebagaimana disebutkan imam Ahmad dari Ammar bin Yasir radhiyallahu anhu, “Aku memohon kepada-Mu kerinduan (Syauq) hamba-hamba yang baik kepada wajah-Mu  dan aku lebih rindu kepada mereka”


Inilah makna yang dijelaskan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alihi wasalam “Barangsiapa yang senang (cinta) berjumpa dengan Allah, maka Allah senang berjumpa dengannya”


“Barangsiapa yang mengharap Pertemuan dengan Allah, Maka Sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu, pasti datang. dan Dialah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui” (Qs Al Ankabut : 5)


Allah mengetahui kerinduan yang sangat besar pada hati hamba-hamba-Nya untuk bertemu dengan-Nya. Oleh karena itu, Allah memberikan waktu dan janji pertemuan tersebut supaya hati mereka tenang dan hidup mereka bahagia. Tidak ada hidup yang lebih bahagia melainkan dengan keriduan kepada Allah, Allah Ta’ala berfirman :


“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. (Qs, An Nahl : 97)

Siapakah yang lebih baik dan bahagia hidupnya daripada orang yang kehendak dan cita-citannya bersatu untuk mencapai keridhaan Allah. Orang yang zikir hanya kepada Allah, hanya rindu kepada-Nya, kemudian inilah yang menguasai kemauan-kemauannya, cita-citanya dan lamunan-lamunannya. Ia akan diam karena Allah, jika berbicara ia berbicara karena Allah, jika mendengar ia mendengar karena Allah, jika memukul ia memukul karena Allah, bergerak karena-Nya, hidup dan mati karena Allah dan dibangkitkan karena Allah. Sebgaimana yang disebutkan dalam Shahih Bukhari hadist Qudsi.


Hamba-Ku tidak mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang paling Aku sukai dari pada sesuatu yang Aku fardhukan (wajaibkan) atasnya. Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan ibadah sunnah-sunnah sampai Aku mencintainya. Jika ia memohon kepadaKu, niscaya Aku benar­-benar memberinya. Jika ia memohon perlindunagn kepada-Ku, niscaya Aku benar-benar melindunginya. Dan Aku tidaklah ragu-ragu terhadap sesuatu yang Aku iakukan seperti keraguan-Ku terhadap jiwa hamba-Ku yang beriman yang benci kematian dan Aku benci apa yang ia benci". (Hadits ditakhrij oleh Bukhari).

(Sumber : Syaikh Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Al JAwabul kafi liman saala’ Anid Dawaasy- Syafi, hal 210)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar